BBI

Why Men Want Sex and Women Need Love

*uhuk*

Heboh juga judul buku yang saya jadikan buku non fiksi untuk posting bareng #BBI bulan November. Sama seperti bicara soal cinta, berbicara hubungan pria dan wanita sepertinya memang tidak ada habisnya. Buku karangan sepasang suami istri Allan Pease dan Barbara Pease mengungkapkan akan apa sebenarnya yang diinginkan kaum pria dan wanita dalam suatu hubungan. Didasari dengan penelitian dan riset, mereka mencoba mencari jawaban dari apa itu cinta? Apakah benar pria lebih tertarik dengan seks dibanding wanita?

Sebagai pendahuluan kita akan diajak untuk mengenal ‘cinta’ lebih jauh. Bagaimana mekanisme kerja otak dan hormon apa saja yang bertanggung jawab ketika kita jatuh cinta. Perbedaan hormon yang cukup tinggi juga bisa menjadi pemicu keretakan suatu hubungan loh ternyata!

Bab Bagaimana Hollywood dan Media Massa Mewarnai Sudut Pandang Kita di halaman 66 lumayan menarik perhatian saya karena ada hubungannya dengan buku. *tetep ya*

Disebutkan bahwa film Hollywood adalah sejumlah citra buatan, asmara palsu, kemewahan artifisial, namun laki-laki dan perempuan seantero dunia diharapkan menyamai citra semacam itu di kehidupan nyata. Citra itulah yang dijejalkan kepada benak kita sehingga sekarang banyak perempuan melakukan tindakan drastis untuk menandingi sosok dewi sempurna di layar kaca, sementara para lelaki diharapkan untuk menjadi lebih menyenangkan, lebih menggairahkan dan romantis dibanding masa-masa sebelumnya dalam sejarah manusia.

Setiap hari perempuan terpapar citra ‘laki-laki macho’ yang bertubuh sempurna, mengenakan pakaian mahal, dada berbulu dan janggut tercukur rapi. *kategori dada berbulu boleh dihapus kok kalau saya jadi editornya* 😀 Sejumlah citra itu sesungguhnya membuat perempuan merasa bahwa dialah satu-satunya yang tidak menikah dengan laki-laki tampan, akibatnya berbagai penelitian mengungkapkan bahwa perempuan yang menghabiskan waktu dengan membaca novel romantis yang didasarkan atas fantasi, tidak pernah merasa bahagia dengan kehidupan mereka, meskipun sejumlah penelitian pun mendapati mereka biasanya mengalami orgasme lebih banyak bila dibandingkan dengan mereka yang tidak pernah membacanya.

Saya setuju sekaligus tidak setuju dengan pernyataan di atas, mungkin saja membaca novel romantis sekedar melepaskan diri dari rutinitas pekerjaan berat dan hanya ingin bersantai, terlebih lagi novel romance biasanya endingnya gampang ditebak happily ever after. Jadi kalau dibilang tidak pernah bahagia rasanya terlalu ekstrim. Siapa tahu ada yang ingin meneliti lebih lanjut fenomena ini di kalangan pembaca di Indonesia? :p

Balik ke pencitraan di atas, akibat yang terjadi sekarang adalah tantangan hidup pria menjadi lebih berat, menjadi ksatria di tempat kerja, pencinta ulung, memiliki perut six pack, ayah yang sempurna dan sensitif ketika menonton film komedi romantis. – hal 72. Wah wah wah, boleh juga nih kalau dapat satu paket pria seperti ini, tapi masih banyak hal mendasar yang lebih penting ketimbang perut six pack bukan? 🙂

Bab lain yang juga menarik adalah bab Cara Menemukan Pasangan yang Tepat – Kuis Nilai Pasangan. Boleh juga dicoba kepada anda dan pasangan anda. Intinya, kita akan cenderung untuk tertarik kepada lawan jenis yang memiliki kelebihan yang tidak kita miliki namun pada akhirnya setelah hormon stabil dan otak sudah mampu berpikir jernih, pilihan yang menentukan pasangan kita adalah orang yang setara dengan kita, karena kesetaraan itulah yang menyatukan.

Secara keseluruhan buku Why Men Want Sex and Women Need Love menarik untuk kita baca, membantu kita untuk menyelami pikiran lawan jenis. Di sela-sela artikel tak jarang juga penulis menyelipkan quote menarik ataupun lelucon  agar kita tidak bosan. Seperti yang tertera di halaman 335 :

Empat lelaki pergi memancing. Setelah satu jam duduk di tepi sungai, salah satu dari mereka berkata, “Kalian tidak akan percaya apa yang harus kulakukan supaya dapat izin pergi memancing akhir pekan ini. Aku harus berjanji kepada istriku untuk menata ulang setiap ruangan di rumah!”

Lelaki kedua berkata, “Ah, itu sih tidak ada apa-apanya! Aku harus berjanji kepada istriku untuk menanam rumput di seluruh halaman belakang dan membuatkan ayunan untuk anak-anak.”

Lelaki nomor tiga tersenyum, “Kalian semua tidak sadar kalau sebenarnya kalian itu beruntung. Aku harus berjanji kepada pacarku untuk merenovasi ruangan dapur dan membuatkan pergola di halaman.”

Mereka bertiga kemudia lanjut memancing. Kemudia mereka menyadari lelaki keempat belum berbicara. “Jerry!”, panggil lelaki pertama. “Apa yang harus kamu lakukan agar dapat pergi memancing?”

Jerry menggerakkan bahunya dengan santai, “Aku hanya perlu mengatur jam weker agar berbunyi pukul 05.30. Ketika jam berbunyi aku mematikannya, memeluk istriku dan bertanya, “Memancing atau seks?” Dia membalikkan badannya lalu berkata, “Jangan lupa bawa jaket.”

😀

Sepertinya bolak balik baca buku pengembangan diri seperti ini kalau kita tidak  ‘peka’ terhadap pasangan sama saja, yang penting bagaimana memupuk cinta setiap hari, bersyukur dan memandang hidup dengan persepsi yang lebih positif. #sokbijak #padahalbelumnikah #kokjadicurcol.

Udah ah, have a great day people dan jangan lupa sampaikan kepada keluarga betapa kita mencintai mereka. Kan tambah ga nyambung 😀 Sepertinya review ini harus disudahi saja ga bakat nulis serius, harap maklum ya jarang-jarang mereview buku non fiksi :p

Sekilas tentang pengarang :

Allan dan Barbara Peace adalah penulis dan motivator terkenal di Australia. Mereka telah menulis 15 buku best seller yang mengkhususkan diri di bidang hubungan antar manusia. Beberapa judulnya memang dibuat cukup menarik, di antaranya : Why Men Don’t Listen and Women Can’t read Maps, Why Men Don’t have a Clue and Women Always Need More Shoes, Why He’s So Last Minute and She Got It All Wrapped Up.

Allan - Barbara
Allan - Barbara

Detail buku :

Judul : Why Men Want Sex and Women Need Love

Pengarang : Allan Pease dan Barbara Pease

Gramedia, Jakarta -2010, 427 halaman.

 

 

 

15 thoughts on “Why Men Want Sex and Women Need Love

  1. “memancing atau seks?” “jangan lupa bawa jaket.”
    *ngakak…
    bukunya terlalu menjelaskan cewek ma cowok secara stereotypikal, menurutku sih
    nice review 🙂

  2. Mi, aku dulu pernah baca buku mereka yang Why Men Don’t Listen and Women Can’t Read Maps. hehe, emang menarik ya penyampaiannya. udah lama juga nggak baca buku ginian =D

    1. aku dulu pernah dapat rekomendasi Why Men Don’t Listen and Women Can’t Read Maps katanya bagus buat referensi, tapi sepertinya ni buku juga bagus buat dibaca

  3. eh saya komentator pria pertamax disini yah?
    hihihi
    aku udah pernah baca buku mereka yang Why Men Don’t Listen and Women Can’t read Maps
    pada dasarnya, ada penjelasan ilmiah mengapa pria dan wanita itu berbeda. Permasalahan utamanya adalah kecenderungan orang-orang tidak mau mengerti penyebab perbedaan itu.

    1. Bang Helvry: Tapi apakah kebiasaan itu bisa atau mungkin untuk diubah? Melalui terapi atau apa gitu.. atau emang pada dasarnya orang2 tidak mau mengerti dan tidak akan pernah mengerti?

      1. @Oky: Menurutku, Pada dasarnya orang bisa berubah, orang berubah karena pemahamannya berubah. Bicara bisa atau tidak, berarti itu tergantung manusianya. Sekarang kan banyak tersedia informasi baik itu di internet maupun di buku-buku. Mungkin dengan menunjukkan sumber-sumber informasi tersebut, pikiran orang tersebut bisa terbuka, setengah terbuka, atau tetap tertutup. Nah kalau untuk yang terakhir ini, boleh jadi pakai terapi, hehehhe..just kidding 🙂

  4. dulu pernah ada Dosen bilang, kalo cari pasangan hidup itu yg real (nyata), nah padahal yg real itu pasti ngga pernah sempurna. jadi kalo cari pasangan sempurna = unreal = ga bakal kesampean. :p

Leave a reply to okeyzz Cancel reply