If love were a disease, would you take the cure?

Tagline yang sesuai dengan isi buku YA fenomenal, setahun terakhir Delirium bergema di mana-mana, blogger luar heboh dan teman-teman di Indonesia juga semangat saat tahu Delirium bakal diterjemahkan. Sungguh sayang covernya aneh 😦 Kurang terasa distopiannya dan itu si Lena terjerat cinta ya artinya?

Ah cinta mah memang penjerat kelas kakap.Seperti yang tertulis di halaman 11 : Hal yang paling mematikan dari yang memantikan, cinta akan tetap membunuhmu, tak peduli apakah kau memilikinya atau tidak.
Jadi begini, review singkat saya soal Delirium :
Ketemu pada pandangan pertama. Suka. Malu-malu dan takut. Eh keterusan. Jreng-jreng. Masalah. Saat akan bersama kembali. Tet tooot. Belum waktunya ya, tunggu kelanjutan di buku 2.
“Hearts are fragile things. That’s why you have to be so careful.”
Soal review lengkap bisa dilihat dari blog teman-teman lain yang sepertinya sudah lebih dari cukup untuk mengetahui jalan cerita Delirium yang sayangnya kurang mengena di saya. Pas kebetulan saya tidak terlalu suka distopian juga sih,apalagi awal bukunya rada lambat. Lenanya juga klemar klemer ga jelas, untung saja saat Alex muncul karakter Lena tampak lebih hidup tidak hanya abu-abu.
Walau 3 bintang cukup dari saya tapi saya mengerti kok kenapa buku ini sedemikian larisnya, kisahnya tidak biasa, cinta sebagai penyakit? Baru tahu kan? Apalagi tingkatan penyakit Amor Deliria Nervorsa bermacam-macam dari yang tahap ringan hanya mulut kering, banyak berkeringat dan kegirangan sedikit mengingatkan saya akan indahnya masa-masa pdkt dengan pacar dulu. *haalah*
Terus muncul Alex, rebel, bebas dan romantis. Aaak, bagaimana pembaca tidak klepek-klepek? Belum lagi misteri tentang ibunya Lena. Wajar jika Delirium menjadi bacaan wajib penggemar young adult, dijamin pasti suka. Satu lagi yang memegang peranan penting suksesnya Delirium : Lauren Oliver.

Gaya bahasanya yang mengalun indah dan puitis! Banyak quote yang memorable, singkat tapi berkesan.
“You can’t be happy unless you’re unhappy sometimes”
“I guess that’s just part of loving people: You have to give things up. Sometimes you even have to give them up.”
“Love: a single word, a wispy thing, a word no bigger or longer than an edge. That’s what it is: an edge; a razor. It draws up through the center of your life, cutting everything in two. Before and after. The rest of the world falls away on either side.”
Dan yang ini nih : “You can build walls all the way to the sky and I will find a way to fly above them. You can try to pin me down with a hundred thousand arms, but I will find a way to resist. And there are many of us out there, more than you think. People who refuse to stop believing. People who refuse to come to earth. People who love in a world without walls, people who love into hate, into refusal, against hope, and without fear.
I love you. Remember. They cannot take it.”
Duh duh duh. Di mana dapet laki macam gini yak di manaa?
Masih banyak lagi kalimatnya yang keren-keren, penasaran? Yuk silahkan dibaca walau saran saya jikalau memungkinkan bacalah yang bahasa Inggrisnya, untaian kata pengarang sayang untuk dilewatkan.

Buku keduanya Pandemonium sudah terbit dan dari review yang saya baca sekilas tambah seru! Bintangnya tidak beda jauh dengan Delirium, rata-rata pembaca memberikan 4 bintang.
Trailer Delirium:
Ingin mengetahui lebih banyak soal Delirium, Pandemonium dan Requiem silahkan buka websitenya di laurenoliverbooks.com, ada discussion guidenya juga loh yang bisa diunduh langsung.
Baca dan mari terinfeksi Amor Deliria Nervorsa bersama-sama yuk!