Well, well, well, seperti biasa buku bagus selalu bikin kerepotan tersendiri saat mereviewnya >.<
Berkat ajakan Alvina, sesama penggemar buku sakit jiwa yang sama-sama terkesima dengan Gone Girl dan Sharp Objects ditambah Marina, Mb Iyut dan Ayu kami serempak membaca bareng buku kedua karangan Gillian Flynn ini.

Setelah berurusan dengan silet dan pencabutan gigi anak-anak, rupanya Gillian ingin mengeksplorasi benda-benda tajam lainnya, kapak salah satunya. Dark Places dimulai dengan narasi seorang gadis berusia 30an bernama Libby Day.
I have a meannes inside me, real as an organ. Slit me at my belly and it might slide out, meaty and dark, drop on the floor so you could stomp on it. It’s the Day blood. Something’s wrong with it. I was never a good little girl, and I got worse after the murder.
Memang bukan Gillian kalau tidak bisa memikat pembaca dari paragraf pertama.
I was not a lovable child, and I’d grown into a deeply unlovable adult. Draw a picture of my soul, and it’d be a scribble with fangs.
Yeah, masa depan apa yang diharapkan dari seorang anak kecil yang selamat dari pembantaian keluarganya?
My brother slaughtered my family when I was seven. My mom, two sisters, gone: bang bang, chop chop, choke choke.
Dengan alur cerita maju mundur dan deskripsi yang begitu mendetil, Dark Places bukan bacaan untuk semua orang, saya bahkan sempat berhenti beberapa kali gegara mual.
Ibu mati tertembak. Saudaranya dicekik dan dibantai dengan kapak. Darah. Simbol setan di dinding. Nightmare banget deh hidup si Libby, ia selamat gegara ia bersembunyi di rerumputan dan tersangka utama dari pembantaian keluarganya tak lain tak bukan adalah kakak lelakinya, Ben Day.
Permasalahannya sekarang, benarkan Ben yang selama ini di penjara berkat kesaksian Libby benar membantai keluarganya? Dihimpit keadaan keuangan yang memprihatinkan Libby kembali mengorek kenangan masa lalunya; I’ve labeled the memories as if they were a particularly dangerous region: Darkplace. Demi tidur nyenyak, demi Ben dan demi dirinya sendiri, Libby menyelidiki dan mengumpulkan serpihan-serpihan memorinya yang gelap. Apa yang sebenarnya terjadi di malam itu?

Dark Places dikisahkan melalui 3 POV. Libby Day, Ben Day dan ibu mereka Patty Day. Itu salah satu poin lebih dari Dark Places dan itu juga yang menyelamatkan saya dari alurnya yang cukup lambat. Libby Day di saat sekarang, Ben dan Patty bergantian pada tanggal terjadinya tragedi pembantaian. Bahkan di saat menulis review ini, saya masih merasakan gaung dan kegelisahan Patty, seorang orang tua tunggal yang ditinggal oleh suami pemabuk yang entah ada di mana, masalah perkebunannya yang tak kunjung selesai malah semakin dijerat hutang, anak-anak perempuannya yang berisik seakan tidak pernah memberikannya saat-saat santai dan satu lagi yang menjadi beban pikirannya, Ben, anak laki-laki satunya yang semakin hari bertingkah semakin aneh saja. Ditambah lagi dengan isu yang beredar bahwa Ben melakukan pelecehan seksual kepada beberapa anak di bawah umur.
Ben. Ah malang benar nasibmu. Berkat POVnya saya seakan mengenal Ben, dengan segala kerikuhannya sebagai seorang lelaki.
He wanted to be a useful man,but he wasn’t sure how to make that happen. – 57
Ben yang berusaha menjadi remaja normal tetap saja menjadi korban bully di sekolahnya.
He kept his head down between classes and still some jock would slap him in the head, Hey Shitshorts! He’d just keep walking, his face in this grim smile, like he was pretending to be on the joke – 97
Terus terang saya paling menanti-nanti POV Ben, karena dengan pikirannya yang gelap dan liar terlebih lagi saat ia berkenalan dengan Diondra, gadis yang luar biasa binal, saya semakin dibuat penasaran, apakah ia yang membunuh keluarganya?
Bukan Gillian namanya kalau tidak menciptakan karakter perempuan ‘sakit’. Dalam satu wawancaranya tentang dark Places ia menjawab : in Dark Places, I started out thinking I would have a much different protagonist. I was determined to make her much lighter than Camille had been. I’d written a pretty solid first draft for a character that was very kind of optimistic and healthy. And she’s suffered this awful murder of her family in her childhood, but had recovered and was pretty stable. It was just awful. She didn’t work at all. I kind of tossed it out and had to start again. I went back and it became darker…and darker. And it started with the germ of that idea: What happens to these people who are the survivors of true crime? These people who are famous for the horrible, horrible things that happen to them? Ten years later, where are they? And just from growing up on the Kansas border, I was very familiar with In Cold Blood. So starting with that, dead bodies in a farmhouse in Kansas, and what happened, was a little bit of a nod to Truman Capote.
Dengan twisted ending seperti Sharp Objects dan terlebih lagi Gone Girl, begini pula reaksinya saat ditanya mengenai ending Dark Places : And then Dark Places, I actually went away to write the final scene where the family is actually murdered, where you finally figure out what happened in the flashbacks where the mom and the two girls are killed. I went to a friend’s break house, just by myself, to write this scene. I would be pretty much finished with the book. So I was up there. I’d bought a bottle of champagne I was going to open up and celebrate when I was done, you know, woo hoo! Finished the book! I tell you what, I finished writing that scene and just burst into tears. It felt so author-y and silly, but you become very attached to these characters. And I finally had to murder them and kill them off. I was just beside myself for most of the evening and into the next day.
Sepertinya review saya sudah cukup panjang dan mudah-mudahan sudah mampu menebar virus Gillian Flynn di kalangan teman-teman pembaca *wink* Jangan lupa, filmnya akan tayang beberapa bulan lagi, yuk dibaca sebelum filmnya tayang. Charlize Theron akan berperan sebagai Libby dan ada Christina Hendricks juga lho, kalau saya sih penasaran dengan akting Chloe Grace Moretz yang akan berperan sebagai Diondra.
4 dari 5 bintang untuk Dark Places dan tuntas sudah marathon buku-buku karangan Gillian Flynn. Saatnya membaca yang ringan-ringan dulu untuk melaraskan otak. Cheers!