2014 · thriller

Dark Places – Gillian Flynn

Well, well, well, seperti biasa buku bagus selalu bikin kerepotan tersendiri saat mereviewnya >.<

Berkat ajakan Alvina, sesama penggemar buku sakit jiwa yang sama-sama terkesima dengan Gone Girl dan Sharp Objects ditambah Marina, Mb Iyut dan Ayu kami serempak membaca bareng buku kedua karangan Gillian Flynn ini.

Dark Places
Dark Places

Setelah berurusan dengan silet dan pencabutan gigi anak-anak, rupanya Gillian ingin mengeksplorasi benda-benda tajam lainnya, kapak salah satunya. Dark Places dimulai dengan narasi seorang gadis berusia 30an bernama Libby Day.

I have a meannes inside me, real as an organ. Slit me at my belly and it might slide out, meaty and dark, drop on the floor so you could stomp on it. It’s the Day blood. Something’s wrong with it. I was never a good little girl, and I got worse after the murder.

Memang bukan Gillian kalau tidak bisa memikat pembaca dari paragraf pertama.

I was not a lovable child, and I’d grown into a deeply unlovable adult. Draw a picture of my soul, and it’d be a scribble with fangs.

Yeah, masa depan apa yang diharapkan dari seorang anak kecil yang selamat dari pembantaian keluarganya?

My brother slaughtered my family when I was seven. My mom, two sisters, gone: bang bang, chop chop, choke choke.

Dengan alur cerita maju mundur dan deskripsi yang begitu mendetil, Dark Places bukan bacaan untuk semua orang, saya bahkan sempat berhenti beberapa kali gegara mual.

Ibu mati tertembak. Saudaranya dicekik dan dibantai dengan kapak. Darah. Simbol setan di dinding. Nightmare banget deh hidup si Libby, ia selamat gegara ia bersembunyi di rerumputan dan tersangka utama dari pembantaian keluarganya tak lain tak bukan adalah kakak lelakinya, Ben Day.

Permasalahannya sekarang, benarkan Ben yang selama ini di penjara berkat kesaksian Libby benar membantai keluarganya? Dihimpit keadaan keuangan yang memprihatinkan Libby kembali mengorek kenangan masa lalunya; I’ve labeled the memories as if they were a particularly dangerous region: Darkplace. Demi tidur nyenyak, demi Ben dan demi dirinya sendiri, Libby menyelidiki dan mengumpulkan serpihan-serpihan memorinya yang gelap. Apa yang sebenarnya terjadi di malam itu?

Dark Places
Dark Places

Dark Places dikisahkan melalui 3 POV. Libby Day, Ben Day dan ibu mereka Patty Day. Itu salah satu poin lebih dari Dark Places dan itu juga yang menyelamatkan saya dari alurnya yang cukup lambat. Libby Day di saat sekarang, Ben dan Patty bergantian pada tanggal terjadinya tragedi pembantaian. Bahkan di saat menulis review ini, saya masih merasakan gaung dan kegelisahan Patty, seorang orang tua tunggal yang ditinggal oleh suami pemabuk yang entah ada di mana, masalah perkebunannya yang tak kunjung selesai malah semakin dijerat hutang, anak-anak perempuannya yang berisik seakan tidak pernah memberikannya saat-saat santai dan satu lagi yang menjadi beban pikirannya, Ben, anak laki-laki satunya yang semakin hari bertingkah semakin aneh saja. Ditambah lagi dengan isu yang beredar bahwa Ben melakukan pelecehan seksual kepada beberapa anak di bawah umur.

Ben. Ah malang benar nasibmu. Berkat POVnya saya seakan mengenal Ben, dengan segala kerikuhannya sebagai seorang lelaki.

He wanted to be a useful man,but he wasn’t sure how to make that happen. – 57

Ben yang berusaha menjadi remaja normal tetap saja menjadi korban bully di sekolahnya.

He kept his head down between classes and still some jock would slap him in the head, Hey Shitshorts! He’d just keep walking, his face in this grim smile, like he was pretending to be on the joke – 97

Terus terang saya paling menanti-nanti POV Ben, karena dengan pikirannya yang gelap dan liar terlebih lagi saat ia berkenalan dengan Diondra, gadis yang luar biasa binal, saya semakin dibuat penasaran, apakah ia yang membunuh keluarganya?

Bukan Gillian namanya kalau tidak menciptakan karakter perempuan ‘sakit’. Dalam satu wawancaranya tentang dark Places ia menjawab : in Dark Places, I started out thinking I would have a much different protagonist. I was determined to make her much lighter than Camille had been. I’d written a pretty solid first draft for a character that was very kind of optimistic and healthy. And she’s suffered this awful murder of her family in her childhood, but had recovered and was pretty stable. It was just awful. She didn’t work at all. I kind of tossed it out and had to start again. I went back and it became darker…and darker. And it started with the germ of that idea: What happens to these people who are the survivors of true crime? These people who are famous for the horrible, horrible things that happen to them? Ten years later, where are they? And just from growing up on the Kansas border, I was very familiar with In Cold Blood. So starting with that, dead bodies in a farmhouse in Kansas, and what happened, was a little bit of a nod to Truman Capote.

Dengan twisted ending seperti Sharp Objects dan terlebih lagi Gone Girl, begini pula reaksinya saat ditanya mengenai ending Dark Places : And then Dark Places, I actually went away to write the final scene where the family is actually murdered, where you finally figure out what happened in the flashbacks where the mom and the two girls are killed. I went to a friend’s break house, just by myself, to write this scene. I would be pretty much finished with the book. So I was up there. I’d bought a bottle of champagne I was going to open up and celebrate when I was done, you know, woo hoo! Finished the book! I tell you what, I finished writing that scene and just burst into tears. It felt so author-y and silly, but you become very attached to these characters. And I finally had to murder them and kill them off. I was just beside myself for most of the evening and into the next day.

Sepertinya review saya sudah cukup panjang dan mudah-mudahan sudah mampu menebar virus Gillian Flynn di kalangan teman-teman pembaca *wink* Jangan lupa, filmnya akan tayang beberapa bulan lagi, yuk dibaca sebelum filmnya tayang. Charlize Theron akan berperan sebagai Libby dan ada Christina Hendricks juga lho, kalau saya sih penasaran dengan akting Chloe Grace Moretz yang akan berperan sebagai Diondra.

4 dari 5 bintang untuk Dark Places dan tuntas sudah marathon buku-buku karangan Gillian Flynn. Saatnya membaca yang ringan-ringan dulu untuk melaraskan otak. Cheers!

 

 

2014 · thriller

Sharp Objects – Gillian Flynn

Reading is a ticket to everywhere, begitu kata Mary Schmich.

Tak hanya tempat, tapi juga suasana, bau-bauan seakan ikut merasuk masuk ke dalam dunia ciptaan pengarang.

Lembab, mual, lengket, gelap.

Sharp Objects
Sharp Objects

Semua sensasi di atas menghantui saya saat membaca Sharp objects, buku debut Gillian Flynn. Dengan tema yang berbeda jauh dengan Gone Girl namun memiliki benang merah yang sama perempuan sakit jiwa, Gillian kali ini mengangkat kisah seorang reporter Chicago Post bernama Camille Preaker yang menyelidiki kasus tewasnya dua anak kecil dengan cara mengenaskan di kota kelahirannya yang sudah ia tinggalkan sejak 8 tahun lalu.

Mau tidak mau Camille kembali ke Wind Gap, kota kecil yang suram, gelap dan tak hanya itu Camille juga akhirnya kembali berurusan dengan masa lalunya yang tak kalah suram. Bagaimana tidak, ia memiliki seorang ibu yang dingin dan sinis, Camille bisa dibilang tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu. Ibunya seakan lebih mencintai Marian, adiknya yang meninggal saat Camille berusia 13 tahun.

“It’s impossible to compete with the dead. I wished I could stop trying.”

Dibayang-bayangi oleh kematian Marian, Camille semakin menarik diri dan melampiaskan depresinya dengan cara menorehkan kata-kata di tubuhnya dengan benda tajam.

“I am a cutter, you see. Also a snipper, a slicer, a carver, a jabber. I am a very special case. I have a purpose. My skin, you see, screams. It’s covered with words – cook, cupcake, kitty, curls – as if a knife-wielding first-grader learned to write on my flesh. I sometimes, but only sometimes, laugh. Getting out of the bath and seeing, out of the corner of my eye, down the side of a leg: babydoll. Pull on a sweater and, in a flash of my wrist: harmful. Why these words? Thousands of hours of therapy have yielded a few ideas from the good doctors. They are often feminine, in a Dick and Jane, pink vs. puppy dog tails sort of way. Or they’re flat-out negative. Number of synonyms for anxious carved in my skin: eleven. The one thing I know for sure is that at the time, it was crucial to see these letters on me, and not just see them, but feel them. Burning on my left hip: petticoat.

Sharp Objects
Sharp Objects

*ngilu*

Tak hanya Camille yang menderita siksaan mental akibat sifat ibunya. Amma, adik tirinya yang menginjak remaja pun juga memiliki kelakuan tak kalah ajaib, terkadang meledak-ledak, di lain waktu bisa bersikap sangat binal.

“I wish I’d be murdered.”

“Amma, don’t say such a thing,” my mother said, blanching.

“Then I’d never have to worry again. When you die, you become perfect. I’d be like Princess Diana. Everyone loves here now.”

😐

*ketipketipketip*

Banyak banget wow momen saat saya membaca Sharp Objects ini, gelap dan menghantui. Duh untung saya ga nyimpen silet di rumah #heh. Yang jelas walau celekit-celekit bacanya saya sangat menikmati membaca buku ini, penasaran bagaimana Camille mencari siapa pembunuh anak-anak di Wind Gap dan apa pula motif pembunuh mencabut semua gigi anak tersebut? Dan satu lagi apakah Camille berhasil menaklukkan trauma masa lalunya yang seakan bangkit lagi selama ia berada di Wind Gap?

Sayangnya endingnya terkesan agak buru-buru, twistnya cukup bikin kaget tapi belum separah Gone Girl, namun tetap saja Sharp Objects ini enak untuk dinikmati bagi pecinta thriller. Kabar terbarunya sih buku ini bakal diadaptasi mengikuti Gone Girl dan juga Dark Places.

Gillian Flynn yang menurut The Hollywood Reporter merupakan salah satu most powerful author memang sengaja menuliskan buku bertema thriller dengan wanita-wanita yang ‘sakit’.

Gillian Flynn
Gillian Flynn

Sedikit mengenai pengarang saya ambil dari websitenya :

Libraries are filled with stories on generations of brutal men, trapped in a cycle of aggression. I wanted to write about the violence of women.

So I did. I wrote a dark, dark book. A book with a narrator who drinks too much, screws too much, and has a long history of slicing words into herself. With a mother who’s the definition of toxic, and a thirteen-year-old half-sister with a finely honed bartering system for drugs, sex, control. In a small, disturbed town, in which two little girls are murdered. It’s not a particularly flattering portrait of women, which is fine by me. Isn’t it time to acknowledge the ugly side?

I particularly mourn the lack of female villains — good, potent female villains. Not ill-tempered women who scheme about landing good men and better shoes (as if we had nothing more interesting to war over), not chilly WASP mothers (emotionally distant isn’t necessarily evil), not soapy vixens (merely bitchy doesn’t qualify either). I’m talking violent, wicked women. Scary women. Don’t tell me you don’t know some. The point is, women have spent so many years girl-powering ourselves — to the point of almost parodic encouragement — we’ve left no room to acknowledge our dark side. Dark sides are important. They should be nurtured like nasty black orchids. So Sharp Objects is my creepy little bouquet. – Gillian Flynn-

Lembab, mual, lengket, gelap.

Jadi gimana? Sudah siap membaca Sharp Objects? Siap-siap dihantui oleh penghuni Wind Gap ya?! Saya bukannya kapok, sekarang malah ketagihan novel ala Gillian Flynn, tapi sebelumnya rehat dulu deh :p

 

 

 

 

 

 

2014 · thriller

Before I Go to Sleep – S. J. Watson

Memories define us. So what if you lost yours every time you went to sleep?

Demikian kalimat pembuka sinopsis yang ada di balik buku debut S. J. Watson yang berjudul Before I Go to Sleep. Menarik ya?

Yuk dibaca lengkapnya :
‘As I sleep, my mind will erase everything I did today. I will wake up tomorrow as I did this morning. Thinking I’m still a child. Thinking I have a whole lifetime of choice ahead of me…’

Memories define us. So what if you lost yours every time you went to sleep? Your name, your identity, your past, even the people you love — all forgotten overnight. And the one person you trust may only be telling you half the story.

Welcome to Christine’s life.

Before I GoTo Sleep
Before I Go To Sleep

Hampir mirip dengan amnesia. Klise? Eits, tunggu dulu, jangan samakan buku ini dengan sinetron yang ada di tv *zoominzoomout*. Before I Go to Sleep lebih mirip dengan Memento, film yang disutradari tak lain tak bukan oleh Christopher Nolan. Christine mengalami amnesia setiap hari saat bangun tidur. Serem juga yak. Tapi kalau boleh curhat, ada masanya ketika badai dan cobaan hidup menghadang *pardonmyfrench* saya terkadang ingin pagi-pagi bangun, masalah sudah lenyap tak berbekas. Kemudian baca novel ini, iyuh, ga jadi deh. Okay kembali ke review.

The bedroom is strange. Unfamiliar. I don’t know where I am, how I came to be here. I don’t know how I’m going to get home.

Begitulah paragraf pertama sekaligus apa yang ada di benak Christine setiap pagi. Seramnya lagi saat ia ke kamar mandi, melihat jari jemarinya, wajahnya, seketika ia terkesiap dan menyadari bahwa yang ada di cermin bukanlah wajahnya yang terakhir ia ingat. Dan ia tidak sendiri di kamar itu, ada seorang lelaki yang mengaku sebagai suaminya. Jreng jreng.

Adalah Ben sang suami yang dengan sabar menjelaskan setiap pagi apa yang terjadi di 25 tahun yang hilang dalam hidup Christine. Di kamar mandi ditempel foto-foto pernikahan dan foto mereka berdua untuk memudahkan Christine mengingat kejadian di masa lalu. Ketegangan cerita mulai meningkat saat Christine menerima telpon dari seorang lelaki bernama Dr. Nash yang mengaku sebagai dokternya dalam usaha Christine mencari memorinya yang hilang.

My Doctor? I’m not ill, I want to add, but I do not know even this. I feel my mind begin to spin.

Nicole Kidman as Christine
Nicole Kidman as Christine

Dengan aba-aba dari Dr. Nash, Christine berhasil menemukan jurnal yang ia tulis sendiri hampir setiap hari sebelum ia tdur.

“I am sliding, down,down. Toward blackness, I must not sleep. I must not sleep.I.Must.Not.Sleep.”

The Journal of Christine Lucas.
Halaman pertama yang tertulis di sana : DON’T TRUST BEN

Whoa.
Menarik bukan? Dan itu semua baru bab awal dari Before I Go to Sleep. Susah payah Christine menggali memorinya yang kata Ben hilang oleh karena kecelakaan mobil namun yang terjadi seiring dengan waktu, semakin ia kalut. Ben acap kali berbohong dan Dr. Nash yang misterius tidak bisa dipercaya begitu saja. Kemudian kilasan memori gadis berambut merah, siapakah dia? Apa hubungannya dengan Ben? Dan kenapa Ben ngotot tidak ingin membaca Christine ke dokter?

Saya sepertinya tidak bisa menulis lebih jauh lagi karena unsur kejutan yang akan merusak kenikmatan membaca buku setebal 395 halaman ini. Memang sedikit jenuh dengan kekagetan dan kepanikan Christine setiap hari namun rasa penasaran yang menghantui saya membuat buku ini saya baca dalam beberapa hari saja. Bagi penggemar thriller ala Gone Girl, Before I Go to Sleep sayang untuk dilewatkan. Memang endingnya dibuat agak terburu-buru dan kelewat gampang, tapi tetap menarik untuk diikuti kok.

Beberapa award Before I Go to Sleep :
Winner of the 2011 Crime Writer’s Association John Creasey
Winner of the Galaxy National UK Thriller & Crime Novel of the Year, 2011
Winner of the Dutch Crimezone Debut of the Year, 2012[12]
Winner of the French SNCF Prix du Polar prize for best Crime Novel, 2012
Winner of the Crimefest Audible Sounds of Crime Award for Best Unabridged Audiobook, 2012

movie poster
movie poster
another one
another one

Tak heran buku ini dibuat dalam versi layar lebar lebarnya, ada yang sudah menontonkah? Saya belum nih, kita lihat trailernya dulu yuk!

2014 · BBI · chicklit

Vivien’s Heavenly Ice Cream Shop – Abby Clements

Judulnya menarik, covernya cantik ya? 🙂

Vivien's Heavenly Ice Cream Shop
Vivien’s Heavenly Ice Cream Shop

Sekarang mari dilihat apakah isinya sesuai dengan penampakan yang menggoda layaknya gelato di bawah ini.

Pic from http://www.chrystal-clear.com
Pic from http://www.chrystal-clear.com

Berkisah tentang dua kakak adik Imogen dan Anna yang sifatnya beda macam langit dan bumi dan sedikit mengingatkan saya akan Anna dan Elsa di film Frozen. Imogen yang berjiwa lepas, hidup bebas tak ingin dikekang, sedangkan Anna suka memasak, serba teratur dan konvensional. Mereka ‘dipaksa’ berkumpul bersama ketika neneknya Vivien yang memiliki kedai es krim meninggal dunia dan menyerahkan semua peninggalan beserta kedainya kepada mereka berdua.

Masalah mulai muncul saat ada pihak keluarga yang tidak senang akan keputusan Vivien, layaknya kisah klasik pertarungan mempertahankan bangunan lama penuh nilai historis yang siap diganti oleh gedung yang jauh lebih menghasilkan uang, begitulah inti dari buku setebal 349 halaman. Diselingi dengan konflik kakak beradik maupun sepercik kisah cinta antara Matteo, pria Italia yang jatuh hati dengan Anna saat ia mengikuti kursus membuat gelato padahal Anna sendiri sudah menjalin hubungan dengan seorang duda.

Membaca Vivien’s Heavenly Ice Cream Shop bisa saya analogikan dengan menikmati semangkuk ice cream vanilla chocolate chip namun tanpa chipsnya. Yang kita pesan dan dinikmati tidak pas. Memang kisahnya mengalir dengan lancar namun tidak ada yang chocolate chips yang menggigit dan meninggalkan kesan spesial. Sungguh sayang semestinya konflik Imogen dan Anna bisa dihadirkan lebih dalam tidak hanya superficial saja. Saya tidak merasakan kedekatan hubungan kakak beradik mau pun hubungan cinta kilat yang terjalin di Italia, padahal di 2/3 belakang saya mengharapkan ada greget antara Anna dan Matteo yang membuat buku ini berkesan. Memang happy ending seperti vanilla ice cream, hanya saja manisnya berlalu tanpa kesan, cocok untuk bacaan saat menemani sunset di pantai atau saat lagi bepergian menunggu pesawat tanpa mengerutkan kening. 🙂

2 bintang untuk Imogen dan Anna dan beragam resep es krim yang ditambahkan di akhir kisah. Duh, kan, jadi pengin es krim ;p

Baca bareng Februari
Baca bareng Februari

Buku ini diposting dalam rangka posting bareng kuliner  BBI Februari 2014, mari lihat bacaan teman-teman yang lain di sini ya 🙂

2014

Lucky No. 14 Reading Challenge.

Woh, 2014 sudah lewat 2 bulan akhirnya saya bisa juga posting untuk reading challenge tahun ini, ada 14 kategori dan mudah-mudahan bisa membaca semuanya 🙂

Lucky No 14
Lucky No 14

Bagi yang belum ikutan bisa melihat master postnya Astrid di sini untuk syarat dan ketentuannya 🙂

1. Visit The Country: Read a book that has setting in a country that you really want to visit in real life. Make sure the setting has a big role in the book and it can make you know a little bit more about your dream destination.

Sedari kecil saya punya mimpi untuk pergi ke Yunani, sayangnya susah bener cari buku berlatar Yunani, akhirnya ngubek-ngubek Goodreads dan tempat donlot ebook saya menemukan buku pilihan untuk kategori I :The Magus – John Fowles.

2. Cover Lust: Pick a book from your shelf that you bought because you fell in love with the cover. Is the content as good as the cover?

Grimm Tales : For Young and Old – Philip Pullman. Buku ini saya langsung ambil dan bawa ke kasir karena kepincut cover 🙂

Grimm Tales
Grimm Tales

Gimana? cakep kan covernya 🙂

3. Blame it on Bloggers: Read a book because you’ve read the sparkling reviews from other bloggers. Don’t forget to mention the blogger’s names too!

Night Film – Marisha Pessl, ada 2 blogger yang mereview buku ini dan saya penasaran habis-habisan :p So i blame Astrid and Ziyy nih xD

4. Bargain All The Way: Ever buying a book because it’s so cheap you don’t really care about the content? Now it’s time to open the book and find out whether it’s really worth your cents.

Nah kalau ini banyak, secara kulakan buat jualan xD ada beberapa buku Liane Moriarty atau The Things We Never Said – Susan Elliot Wright atau Lucia, Lucia – Adriana Trigiani atau bisa juga The Very Thought of You.

5. (Not So) Fresh From the Oven: Do you remember you bought/got a new released book last year but never had a chance to read it? Dig it from your pile and bring back the 2013.

Fangirl – Rainbow Rowell.

6. First Letter’s Rule: Read a book which title begins with the same letter as your name.

The Messenger – Markus Zusak

7. Once Upon a Time: Choose a book that’s been published for the first time before you were born (not necessarily has to be a classic book, just something a little bit older than you is okay. You can read the most recent edition if you want to)

Bumi Manusia – Pramoedya Ananta Toer

8. Chunky Brick: Take a deep breath, and read a book that has more than 500 pages. Yep, the one that you’ve always been afraid of!

The Child Thief – Brom, hampir 1000 halaman bok, kalau masih kurang saya rencana mau baca A Feast of Crows – G. R. R. Martin 978 halaman. Wish me luck!

9.  Favorite Author: You like their books, but there are too many titles. This is your chance, choose a book that’s been written by your fave author but you haven’t got time to read it before.

Antara Paulo Coelho, Jodi Picoult, Sarah Dessen atau John Green deh, tergantung mood :p

10. It’s Been There Forever: Pick up a book that has been there on your shelf for more than a year, clean up the dust and start to read it now

The Gargoyle atau A Tree Grows in Brooklyn – Betty Smith, ada di rak sejak 2011, dudududu.

11. Movies vs Books: You’ve seen the movie adaptation (or planned to see it soon) but never had time to read the book. It’s time to read it now, so you can compare the book vs the movie.

Shutter Island – Dennis Lehane

12. Freebies Time: What’s the LAST free book you’ve got? Whether it’s from giveaway, a birthday gift or a surprise from someone special, don’t hold back any longer. Open the book and start reading it now.

The Art of Hearing Heartbeats – Jan Philipp Sendker

13. Not My Cup of Tea: Reach out to a genre that you’ve never tried (or probably just disliked) before. Whether it’s a romance, horror or non fiction, maybe you will find a hidden gem!

Mari coba membaca horor ala Stephen King! Saya coba baca The Shining deh 🙂

14. Walking Down The Memory Lane: Ever had a book that you loved so much as a kid? Or a book that you wish you could read when you were just a child? Grab it now and prepare for a wonderful journey to the past Comic books or graphic novels are allowed!

Watership Down – Richard Adams atau The Princess Bride – William Goldman

Fiuh! Selesai, mari membaca! 🙂

2014 · BBI · kumpulan cerita

Selama Kita Tersesat di Luar Angkasa – Maggie Tiojakin

ab-surd. tidak masuk akal, bodoh, konyol, tidak layak

In order to attain the impossible, one must attempt the absurd. – Miguel de Cervantes

Begitulah yang saya baca di lembar pertama buku kumpulan cerita karya Maggie Tiojakin. Ada apa ini? Absurd sampai ditulis berturut-turut dua kali. Peringatankah? *balik cover belakang*

SELAMAT, ANDA TERSESAT!

Tarik napas. Tahan.

Selama Kita Tersesat di Angkasa
Selama Kita Tersesat di Angkasa

Mari kita mulai saja perjalanan ke luar angkasa bersama Maggie, seberapa jauh saya tersesat, bisakah saya pulang ke bumi? Terhitung dari mulai saya menerima SKTLA dari Santa sampai malam ini 29 Januari 2014.

……………………………….

…………………………….

…………………..

Saya berhasil pulang! Dan di bawah ini akan saya ceritakan bagaimana perasaan saya ketika tersesat. Lumayan lama juga saya tersesat, hampir sebulan saya membaca 14 cerita pendek dan bonus dan ekstra, memang hanya 241 halaman, tapi saya ingin meresapi perasaan yang ditimbulkan dari SKTLA.

hampa.

bengong.

kening berkerut.

meringis.

kaget.

takjub.

gila.

Candumu sungguh memikat, Maggie.

Sebelumnya saya cerita sedikit boleh ya? Dulu, jaman saya kuliah saya sangat suka baca cerpen, namun lama kelamaan cerpen menjadi semakin absurd dan susah dimengerti, entah otak saya semakin tumpul atau tenggelam dalam ratusan halaman lebih menarik ketimbang beberapa halaman cerita? Berkali-kali saya dikecewakan oleh ending yang ga jelas, seakan semakin tidak dimengerti pembaca, cerita itu semakin sukses. *itu menurut pemikiran atau alasan otak lemot saya aja kali* Yang jelas sudah lama sekali saya tidak membaca kumpulan cerita. Berkat kado di Santa, saya kembali membaca kumcer. Kenapa SKTLA menjadi salah satu buku incaran saya? Selain nama Maggie Tiojakin yang sudah saya kenal sebelumnya lewat karyanya Winter Dreams, tampilan cover yang unik sangat menggoda untuk dikoleksi. Sedikit mengingatkan saya akan tipe-tipe video klip Smashing Pumpkin dan Oasis *mak, keliatan angkatan lawas* ilustrasi Staven Andersen ini keren abis, apalagi gambar bulan sabit berbentuk yin dan yang yang juga menjadi bonus notes cakep yang eman untuk dipakai.

Saya tidak akan menceritakan inti kesemua cerita, tapi saya mengambil dua cerita yang berkesan dan lumayan bikin book hangover. Kisah pertama adalah pembuka SKTLA yaitu Tak Ada Badai di Taman Eden. Anouk dan Barney, pasangan suami istri yang awalnya terkesan baik-baik saja namun ada suatu kejadian yang merusak hubungan mereka, tidak diperjelas oleh penulis peliknya hubungan tapi dari dinginnya percakapan dan ending yang ngawang membuat hati saya ikut merasa hampa. Kosong.

Cerita selanjutnya Kristalnacht. Diceritakan dalam format wawancara dokumentasi sejarah yang akan ditayangkan sebuah televisi nasional. Dibuat berdasar kisah nyata yaitu saat pengikut parta Nazi menyerang kediaman Yahudi tahun 1938. Nara sumber tayangan adalah anak yang berhasil lolos dari perang. Kalimat terakhir cerita ini menimbulkan efek yang hampir sama dengan cerita pertama. Seakan waktu mendadak berhenti.

Pelan. P e l a n. S e  m   a    k    i     n     p      e     l       a     n.

Mungkin kalian saat membaca review saya ini mikir, ih Mia, lebay! Tapi memang begitulah yang saya rasakan, penulis membiarkan kita tenggelam dalam pikiran kita sendiri. Itu dia bedanya dengan cerita-cerita penulis lain, saya dibuat kecele tapi tidak menimbulkan after efek begini. Saya pikir di sinilah kepiawaian pencerita dari kisah atau pun tema yang biasa kita jumpai sehari-hari, seperti tema kisah-kisah lain di buku ini, menjadi luar biasa di tangan Maggie Tiojakin.

Saya tidak akan berpanjang-panjang lagi, masih banyak kisah yang menarik laiinnya silahkan rasakan sendiri dan mari tersesat bersama Maggie Tiojakin. Banyak pertanyaan yang muncul? Jangan khawatir, Maggie siap menjawab pertanyaan anda, silahkan cek di sini.

celebrate christmas with me-bbi

Nah kemudia kita masuk ke bagian menebak Santa yang sudah berbaik hati memberikan buku ini. Jreng jreng. Dari kata kunci yang Santa sebutkan ternyata adalah kalimat yang diucapkan Duo Maxwell tokoh dalam Gundam, dan teman BBI yang suka Gundam tak lain tak bukan adalah Mide. Ihiy! Thank you, Mide bukunya 🙂

PS : Bulan pertama saya ikutan kedua posting bareng BBI deh, moga-moga bisa ikut sampai Desember 2014 :p

postingbarengBBI2014_zps79d76ac0

 

2014 · BBI · drama · ebook · Middle Grade · must read

The One and Only Ivan – Katherine Applegate

Sebelum saya bercuap-cuap mengenai siapakah Ivan dan betapa bagusnya buku ini, ada baiknya kita melihat book trailernya sejenak yuk!

Bagaimana? Menarik kan? Walau bekson lagunya lumayan menyayat hati dan ceritanya juga sih tapi buku pemenang Newberry Medal 2013 sangat sayang dilewatkan lho.

Saya sudah menyukai buku ini sejak halaman pertama, dibuka dengan bab berjudul hello.

hello
hello Ivan!

People call me the Freeway Gorilla. The Ape of Exit 8. The One and Only Ivan, Mighty Silverback.

The names are mine but they’re not mine. I am Ivan, just Ivan, only Ivan.

Humans waste words. they toss them like banana peels and leave them to rot.

Everyone knows the peels are the best part.

I suppose you think gorrilas can’t understand you. Of course, you also probably think we can’t walk upright.

Try knuckle walking for an hour.  You tell me. which way is more fun?

Sengaja saya mengetik ulang chapter selanjutnya untuk mengenalkan kepada pembaca bagaimana Katherine Applegate sedemikian piawainya menyuarakan Ivan, seekor gorila yang pintar namun kesepian. Di beberapa bagian pengarang seolah ingin menyadarkan dan mengingatkan kembali, hei manusia, janganlah serakah dan kasihilah sesama mahluk ciptaanNya.

Ivan tinggal di dalam mall dan hidup bersama teman baiknya Stella, seekor gajah dan Bob si anjing yang tak bertuan. Ivan dan Stella bertugas rutin 3 kali sehari 365 hari di antara riuhnya suara carrousel, monyet dan pengisi sirkus lainnya. Ivan suka menggambar, bahkan sering kali lukisannya laku terjual. Adalah Julia, anak penjaga kandang yang menjadi sahabat Ivan, Bob dan Stella yang mengamati kebiasaan Ivan, sehingga ia sering memberikan kertas dan krayon baru untuk Ivan. Berkat Julia jugalah hobi Ivan ini berperan penting dalam kelanjutan nasib mereka yang mulai berubah sejak kedatangan Ruby, seekor bayi gajah.

Ivan sebagai seekor silverback yang harus menjaga keluarganya, ketika masalah menimpa Ruby dan janjinya dengan Stella harus ditepati, mampukah Ivan menyelamatkan keluarganya hanya dengan hobi yang ia punya yang tak lain tak bukan adalah menggambar?

Seperti apa kelanjutan kisah Ivan, Ruby dan kawan-kawan? Saya tidak melanjutkan demi mencegah kenikmatan pembaca, yang jelas buku ini ditulis dengan narasi yang sangat sederhana namun begitu membekas. Banyak juga yang mengkategorikan The One and Only Ivan sebagai buku penguras air mata >.<

The Real Ivan
The Real Ivan

Sedikit info yang ingin saya tambahkan tokoh Ivan diambil dari gorila silverback yang hidup di Atlanta Zoo dan memang senang menggambar. Ivan diambil sejak kecil dari komunitasnya di Congo dan hidup bersama manusia sampai ia tidak bisa ditangani lagi kemudian diserahkan ke sirkus. Informasi mengenai Ivan bisa dilihat di theoneandonlyivan.com

Salut banget kepada penulis yang sepertinya memang cinta banget kepada binatang, terlihat dari buku karangannya rata-rata pasti bertema binatang.

Salah satu buku terbaik yang membuka bacaan saya di Januari 2014. 4 bintang. Adakah yang sudah membacanya dan siapakah yang menjadi tertarik membaca buku ini? Sharing di sini bersama saya ya dan jangan meninggalkan spoiler 🙂

PS. Buku ini dibaca dalam rangka membaca bareng fabel bersama BBI bulan Januari 2014.

postingbarengBBI2014_zps79d76ac0

2014 · kids just wanna have some fun

Don’t Call Me Ishmael – Michael Gerard Bauer

Buku pertama yang saya baca tahun ini, judul dan 2 badge award yang tertera di cover menjadi alasannya. Mirip-mirip dengan Diary of A Wimpy Kid, Don’t Call Me Ishmael menceritakan suka duka sekolah seorang anak korban bully gara-gara namanya, Ishmael Leseur.

Don't Calll Me Ishmael
Don’t Calll Me Ishmael

There’s no easy way to put this, so I’ll say it straight out. It’s time I faced up to the truth. I’m fourteen years old and I have Ishmael Leseur’s Syndrome. There is no cure. And there is no instant cure to not fitting in.

But that won’t stop Ishmael and his intrepid band of misfits from taking on bullies, bugs, babes, the Beatles, debating, and the great white whale in the toughest, the weirdest, the most embarrassingly awful and the best year of their lives.

Jadi si tokoh utama kita di sini menjadi korban bully dari Barry Bagsley karena namanya yang aneh. Padahal nama Ishmael diambil dari buku Moby Dick dan menariknya setiap memulai bab baru penulis menyertakan quote dari Moby Dick. Seperempat buku di sini kita akan melihat perjuangan Ishmael, kekikukannya di sekolah, kenakalan Barry dan teman-temannya. So far so good, sampai datanglah anak baru bernama James Scobie yang tampilan fisiknya ajaib, kecil klimis dan tentu saja menjadi sasaran bully baru bagi Barry.

Namun yang terjadi malah sebaliknya, James sama sekali tidak takut dengan Barry, sehingga dibuatlah satu kejadian yang menhebohkan satu sekolah namun James tetap tenang saja. Alasannya ia tidak punya rasa takut. Arek kecil keminthil gini, tidak punya rasa takut, jangankan Barry saya yang baca aja terbengong-bengong dengan tingkah lakunya.

Buku ini nyaris mendapat bintang 4 jika saja dieksekusi dengan baik di akhir. Goalnya memang bagaimana James, Ishmael dan teman-temannya ikut dalam kompetisi debat. Hampir mirip dengan Wonder dan juga Will Grayson Will Grayson endingnya, hanya saja penulis membuat James Scobie yang seharusnya menjadi tokoh tambahan malah menjadi tokoh favorit saya dan nasib akhirnya tidak jelas sangat saya sayangkan. Mungkin untuk mencegah spoiler saya tidak menegaskan apa yang kurang di akhir kisah, hanya saja membaca Don’t Call Me Ishamel ini layaknya senikmat makan seporsi nasi padang lengkap dengan rendang paru, tapi diakhiri dengan minum es teh sisa kemarin malam. Kenikmatannya tidak tuntas.

Still not enough?
Still not enough?

Don’t Call Me Ishmael masuk nominasi dalam shorlisted dalam  Children’s Book Council od Autralia kategori Book of the Year 2007. Bagi yang masih penasaran dengan Ishmael ternyata kisahnya masih berlanjut dan ada panduan bagi guru juga lho kalau mau murid-muridnya membaca buku ini di sini.