2013 · adventure · fantasy · kids just wanna have some fun · Middle Grade · not mine

[Review] Graveyard – Neil Gaiman

It takes a graveyard to raise a child.

Oh well, kalimat pertama yang menarik,yaaa selain Neil Gaimannya sendiri sih. Sepertinya siapa yang tidak kenal dengan Neil, karyanya mulai dari Coraline, American Gods bahkan Stardust semuanya mendapat rating tinggi dari penggemar fantasi. Saya sudah membaca Coraline dan Good Omen, namun Graveyard adalah buku Neil berbahasa Inggris pertama yang saya baca, awalnya rada was-was juga, bagaimana kalau saya tidak bisa menikmatinya? Bagaimana kalau bahasanya susah? But there’s always the first time for everything dan perjumpaan pertama saya dengan novel Neil Gaiman berbuah manis, 5 bintang untuk kisah dark fantasy yang bertema unik sekaligus seram plus ajaib. Bayangkan, ini adalah kisah seorang anak yang orang tuanya mati dibunuh sehingga akhirnya ia diasuh oleh keluarga hantu di kuburan. Ga kebayang kan? Memang saya bukan pengarang novel, tapi seandainya saya penulis, tidak pernah terbesit bakal memakai kuburan sebagai setting sebuah buku. *udahurusgigiajasana*

Spooky Cover, eh?
Spooky Cover, eh?

Okehlah, tanpa bertele-tele mari kita gali satu-satu apa yang menyebabkan Graveyard menjadi pemenang Newberry Medal 2009 dan menjadi jalan pembuka bagi saya untuk mengoleksi karya beliau yang lain.

–          Ilustrasi

Dasarnya Graveyard adalah buku untuk middle grade, tidak salah jika buku ini dilengkapi dengan ilustrasi yang menawan, walau hanya coretan kuas hitam putih saja namun cukup kuat mewakilkan isi bab demi bab. Tak jarang saat membacanya, saya iseng membolak-balik halaman yang telah lewat demi memandang ulang gambarnya saja 🙂

Salah satu ilustrasi Dave McKean
Salah satu ilustrasi Dave McKean

–          Freedom of the graveyard.

Si anak yang dipanggil Bod, singkatan dari Nobody Owens dianugerahkan beberapa kekuatan yang tidak dimiliki orang hidup seperti muncul ke mimpi seseorang, mampu menghilang bahkan bisa melihat di kegelapan. Ia memiliki pengasuh bernama Silas yang mengajarinya banyak hal. Kesannya misterius tapi saya sangat menyukai karater Silas yang kebapakan dan bertanggung jawab penuh akan Bod. Ada satu percakapan Silas dan Bod yang saya suka saat Silas mengingatkan pembunuh keluarganya masih berkeliaran :

Bod said, “The person who hurt my family. The one who wants to kill me. You are certain that he’s still out there?”

“Yes. He’s still out there.”

“Then, said Bod, and said that the unsayable, “I want to go to school.”

Silas was imperturbable, but now his mouth open and his brow furrowed, and he said only,

“What?”

“I’ve learned a lot in the graveyard. I can Fade and I can Haunt. I can open a ghoul-gate and I know the constellations. But there’sa world out  there, with the sea in it, and the islands, and shipwrecks and pigs. And the teachers here have taught me lots of things, but i need more. If I’m going to survive there, one day.”

“Out of the question. Here we can keep you safe, out there? Outside, anything could happen.”

“Yes, “ agreed Bod. “That’s the potential thing you were talking about. Someone killed my mother and my father and my sister.”

“Yes. Someone did.”

“A man?”

“A man.”

“Which means you’re asking the wrong question.”

Silas raised an eyebrow. “How so?”

“Well, if I go outside in the world, the question isn’t who will keep me safe from him?”

“No?”

“No. It’s who will keep him safe from me?”

:’)

–          Teman-teman Bod.

Semua karakter pendukung Graveyard memiliki tempat dan kisah sendiri di buku ini tanpa terkesan keluar dari jalur, mulai dari Scarlett teman pertama Bod yang akhirnya menjadi pembuka jalan Bod sekolah dengan orang-orang hidup lainnya. Selain itu masih banyak karakter lain seperti Miss Lupescu, Scarlett dan juga Liza Hempstock.

–          The Man Jack

Karakter misterius pembunuh keluarga Bod. Siapakah ia sebenarnya? Siapa sebenarnya keluarga Bod sehingga harus dibantai habis? Jack masih berkeliaran mencari si anak hilang terlebih lagi sejak Bod masuk sekolah, ia mulai dikenali dan Jack tidak diam, ia tidak mau dipecundangi untuk kedua kalinya dan Jack, tentu saja berniat membereskan misinya yang tertunda.

–          The ending.

Penuh dengan kalimat quotable.

“Do you know what you’re going to do now?”

“See the world, get into trouble. Get out of trouble again. Visit jungles and volcanoes and deserts and islands. And people. I want to meet an awful lot of people.”

Saya juga menyukai kalimat ini :

Fear is contagious. You can catch it. Sometimes all it takes is for someone to say that they’re scared for the fear to become real.

Dan yang terakhir :

Face your life,
It’s pain,
It’s pleasure,
Leave no path untaken.

Have a great journey, Bod!

I’m sure you’ll have a great journey ahead. :’)

Saya menutup halaman terakhir dengan tersenyum puas, seakan melihat perjalanan mulus seorang teman lama, ya, Bod menjadi salah satu karakter favorit saya tahun ini. Saya seakan menjadi saksi belasan tahun hidupnya sedari ia diasuh keluarga Owen di kuburan. Neil tak hanya menulis cerita ia menciptakan karakter yang abadi, bahkan bisa jadi Graveyard menjadi buku klasik wajib baca di tahun-tahun ke depan nantinya. Neil juga membuat cerita anak yang tidak klise, tidak dijejalkan pesan moral berlebih bagi pembaca muda namun ia menawarkan teman dan perjalanan yang menyenangkan bagi semua pembacanya dan tentu saja mengingatkan kembali untuk menikmati hidupmu selagi muda, cobalah banyak hal, leave no the path untaken.

Sudah jelas kenapa buku ini mendapat bintang 5 kan? 🙂

Bagi yang masih penasaran coba cek di sini, Neil Gaiman menjawab pertanyaan-pertanyaan pembaca saat tur bukunya dan ada video saat Neil membaca Graveyard. Enjoy!

2013 · adventure · fantasy · Gramedia · kids just wanna have some fun · Middle Grade

[Review] The Ring of Solomon – Jonathan Stroud

Bartimeus, bisa dibilang adalah salah satu karakter terbaik yang pernah diciptakan, jin favorit rata-rata penggemar fantasi, penyebab saya dipandang heran oleh teman-teman gara-gara ngakak sendirian saat membaca buku The Ring of Solomon.

Karakternya sendiri dibilang nyenengin banget ya nggak, malah cenderung pain in the ass, judes, sarkastik, narsisnya bukan kepalang, tapi ya itu Barti. Sifatnya yang blak-blakan, apa adanya dan cenderung merendahkan manusia malah membuat kita pembaca jatuh hati kepadanya. Saya iri dengan Nathanael, yang bisa mengalami petualangan bersama Barti yang kisah terakhirnyanya saya baca hampir 3 tahun lalu.

Betapa girangnya saya dan saya pastikan begitu juga semua penggemar Barti saat Gramedia menerjemahkan buku lanjutan The Ring of Solomon. Tidak ada Nathan, Kitty dan grup penyihir modern. Jonathan Stoud membawa kita berkelana ke Israel 950 S.M. Saat di mana Israel dipimpin oleh raja Solomon yang memiliki cincin sakti, sehingga banyak kerajaan takluk di tangan Solomon. Bukan raja hebat kalau tidak memiliki banyak penyihir, salah satu penyihirnya yang lumayan culas Khaba menjadi master Barti kali ini. Dan bukan Barti kalau tidak membuat ulah.

The Ring of Solomon
The Ring of Solomon

Mulai dari balas-balasan hinaan dengan Faquarl, menciptakan lagu bernuansa cabul untuk Raja Solomon dan yang fatal berubah wujud menjadi kuda nil pakai rok!! *aduh kok kebayang aki*

Intensitas cerita yang awalnya agak membosankan mulai meningkat kala kerajaan Sheba yang mengutus salah satu pendetanya yang bernama Asmira untuk mencuri cincin Solomon. Berhasilkah Asmira? Asmira tentu saja harus berhadapan dengan Barti. Penasaran? Mariii dibacaa sendiri 🙂

(+) :

tengil banget kan?
tengil banget kan?

– Bartimeus, sudah jelas. Nuff said. Bahkan saat menulis review ini saya bisa membayangkan wajah tengilnya. Kangeen 🙂 Tapi beneran loh, jarang kan kita membaca buku dan kangen dengan tokoh utamanya. Harry Potter juga tuh, bikin kangen. Kangen dengan penasaran beda ya? Saya menanti serial kadang karena penasaran endingnya walau belum tentu kangen dengan si tokoh utama. Beda dengan Barti, sepertinya saya tumbuh dan menghabiskan waktu dengannya, walau dipikir-pikir serem juga yang dikangenin kok jin XD.

– Bartimeus. Lebih spesifik lagi : catatan kakinya.

– Kejutan dan twist di akhir kisah.

(-) :

– Entah karakter Barti yang terlalu menonjol sehingga karakter lainnya tenggelam atau memang tokoh yang dibuat Jonathan Stroud kurang menarik atau sayanya mulai berganti selera.

Asmira sangat-sangat membosankan, padahal saya pikir penulis sudah berusaha keras menciptakan fearless female *kok kaya Cosmopolitan* yang gahar sekaligus pemberani. Tapi setiap di bagian Asmira saya bosaaaan, mungkin itu sebabnya waktu yang saya pakai untuk menamatkan The Ring of Solomon cukup lambat.

– Typo. Tumben-tumbenan lolos sebegini banyak.

– Mustinya total bintang 3,5 tapi saya turunkan jadi 3 karena 4 rasanya tidak pas. 3 bintang untuk my favorit djin. Bartimeus!

2012 · adventure · BBI · classic · fantasy · Gramedia · kids just wanna have some fun · listopia

[Review] The Hobbit – J. R. R. Tolkien

Yay! Akhirnya bisa ikutan lagi proyek baca bareng BBI yang mengambil tema 1001 Books You Have to Read Before You Die. Woh, seru pisan temanya. Buku yang saya pilih adalah The Hobbit dengan alasan : penganut aliran harus baca bukunya dulu sebelum nonton film adaptasi, belum pernah membaca pengarang yang sangat saya segani ini dan yang terakhir mengurangi timbunan karena buku The Hobbit sudah saya beli sekitar 4 tahun yang lalu :p

The Hobbit
The Hobbit

Sinopsis singkat dari Goodreads :

Gara-gara Gandalf, Bilbo jadi terlibat petualangan menegangkan. Tiga belas Kurcaci mendatangi rumahnya dengan mendadak, karena mengira ia seorang Pencuri berpengalaman, seperti kata Gandalf. Terpaksa ia bergabung dalam petualangan mereka : mengadakan perjalanan panjang dan berbahaya untuk mencari Smaug, naga jahat yang telah merampas harta kaum Kurcaci di masa lampau. Dalam perjalanan, rombongannya dihadang pasukan goblin. Saat melarikan diri dari kejaran mereka, Bilbo tersesat ke gua Gollum dan menemukan Cincin yang bisa membuatnya tidak kelihatan. Cincin ini sangat membantunya ketika menghadapi Smaug, juga dalam perang besar yang berkobar kemudian, antara kelompok Peri, Manusia, dan Kurcaci melawan pasukan goblin dan Warg.

Sepertinya semua sudah tidak asing lagi dengan penyihir tua bijaksana Gandalf, hobbit Frodo yang imut, si ganteng Aragorn, Legolas salah seorang personil boyband dari fellowship of the ring dan the one and only ‘my preciouusss’ Gollum. Bilbo yang hanya muncul di awal kisah LOTR memegang peranan kunci di buku prequelnya yaitu The Hobbit.

Berawal dari saat Tolkien memeriksa ujian dan menemukan halaman kosong. Dasarnya orang jenius kali ya, seketika itu beliau mendapat inspirasi dan menulis, “In a hole on the ground there lived a hobbit.” Kelanjutan dari The Hobbit selesai ditulis tahun 1932 dan meminjamkan manuskrip tersebut ke beberapa orang yang salah satu di antaranya adalah sahabat karib Tolkien, yang sama-sama orang hebat dan pengarang, tak lain tak bukan C. S. Lewis. Dan tak lama kemudian, tanggal 21 September 1937 terbitlah edisi perdana The Hobbit yang covernya juga dibuat oleh Tolkien himself.

1st ed
1st ed

Balik ke Bilbo Baggins. Berawal dari pertemuannya dengan Gandalf, ia harus keluar dari rumahnya yang hangat, memulai petualangan menegangkan bersama ketigabelas kurcaci. Perjalanan mereka mencari harta karun tidak mudah, Bilbo dan kawan-kawan harus melewati laba-laba raksasa, troll, goblin, bangsa peri, wargs, gollum dan terakhir Smaug si naga jahat.

The beginning
The beginning

Saya tidak akan bercerita panjang lebar mengenai seluk beluk rintangan demi rintangan yang Bilbo hadapi tapi saya ingin mengajak pembaca blog di sini mendalami lebih jauh kenapa sih The Hobbit masuk dalam list 1001 books you have to read before you die. Ini dari sudut pandang saya lho ya, kritikus tidak jelas*takut kalau ada yang protes* berdasar pengalaman pribadi saat membaca dan hasil browsing-browsing beberapa situs :

1. Seperti yang sudah pernah saya tulis di postingan sebelumnya (Character Thursday) Bilbo adalah sosok penolong yang from zero to hero. Pembaca memiliki kedekatan dengan tipe protagonis macam begini dibanding yang memang sudah kebal metekel terhadap bahaya ala superhero komik. Bilbo, sebagaimana kita adalah seorang hobbit biasa. Ia gemar membaca, duduk-duduk minum teh di sofanya yang empuk, giliran harus melakukan perjalanan panjang ia tak lepas dari yang namanya bersungut-sungut dan merindukan rumahnya yang hangat. Apalagi kelakukan kurcaci terkadang menyebalkan, kalau orang Surabaya bilang, “yo tambah wes kangen karo umah dhewek!”. Bilbo bisa saja menjelma di dalam diri kita dan di saat kepepet ia malah bisa menjadi penolong teman-temannya. Ringan tangan, cerdik dan setia kawan, itu kunci yang dibutuhkan dalam perjalanan menempuh maut dan Bilbo memiliki semuanya.

The journey
The journey

2. Tolkien merepresentasikan Smaug dan Gollum sebagai akar dari evil, ketamakan. Dikutip dari cliffnotes.com : Smaug and Gollum represent the perverted use of property. They are monsters because isolation and selfishness such as theirs is evil. They do not recognize community; there are no other creatures like them. Smaug makes his home in the Lonely Mountain, and Gollum is so self-centered he does not even know the word for “you.” They are vehemently opposed to sharing; indeed, they would rather kill than share what they possess, whether it be Gollum’s ring of invisibility or Smaug’s treasure trove. Smaug makes no use at all of the treasure trove; he only sits on top of it and sleeps. Ironically, Smaug is killed himself as he wages war in defense of his treasure. (Gollum, too, dies in The Lord of the Rings trilogy as he finally reclaims his prized possession, the ring of invisibility.)

Elves vs Gollum
Elves vs Gollum

3. Buku yang disebut  The Most Important 20th-Century Novel (for Older Readers)” in the Children’s Books of the Century poll in Books for Keeps, disebut C. S. Lewis sebagai “this book a number of good things, never before united, have come together: a fund of humour, an understanding of children, and a happy fusion of the scholar’s with the poet’s grasp of mythology… The professor has the air of inventing nothing. He has studied trolls and dragons at first hand and describes them with that fidelity that is worth oceans of glib “originality.”

4. Satu lagi yang membuat saya semakin kagum dengan J. R. R. Tolkien adalah kemampuannya meramu prosa yang tertuang dalam balasan teka-teki antara Bilbo dan Gollum. Ah sayang saya tidak membaca versi Inggrisnya, walau begitu yang terjemahan juga menarik untuk disimak.

Apa yang punya kaki tapi tidak kelihatan, lebih tinggi dari pepohonan. Menembus awan sangatlah tinggi, tapi tidak pernah tumbuh sama sekali?

Gunung!

Tiga puluh kuda putih di atas bukit merah, mula-mula mereka memamah, lalu kemudian mengunyah, kemudian berdiri diam tak berubah.

Gigi!

Keereeen yaaa!

5. Bicara tentang gollum, mau tak mau saya teringat akan cincin “The One Ring”, cincin keramat yang diciptakan Sauron, tentu semua masih ingat tulisan yang ada di cincin itu.

The One Ring
The One Ring

Ash nazg durbatulûk, ash nazg gimbatul,
Ash nazg thrakatulûk agh burzum-ishi krimpatul.

One ring to rule them all, one ring to find them,
One ring to bring them all and in the darkness bind them.

Memang ini tidak terlalu banyak berhubungan dengan Bilbo sih tapi sebagai pembaca awam dan mengetahui bahwa tulisan dan bahasa Tengwar yang dibuat oleh Tolkien yang contohnya bisa dilihat di cincin The One Ring membuat saya merinding. Saya membaca sebuah masterpiece dunia. Buku yang tidak main-main dan adalah kehormatan tersendiri saya bisa membaca buku beliau. Ingin mengetahui huruf Tengwar secara lengkap? Bisa dibuka di sini.

J. R. R.Tolkien
J. R. R.Tolkien

John Ronald Reuel Tolkien lahir di Afrika Selatan tahun 1892, beliau adalah profesor yang mengajar di Leeds dan Oxford. Sejak usia muda beliau tertarik mendalami bahasa terutama Greek, Anglo Saxon, and later at Oxford, Finnish. Sejak meledaknya The Hobbit dan Lord f The Rings, beliau menyepi di Poole, istrinya meninggal tahun 1971 disusul oleh Tolkien 2 tahun kemudian.

Detail buku :

The Hobbit – J. R. R. Tolkien

348 halaman

Gramedia, Januari 2002

*menggos-menggos*

Kayanya sekian dulu curhatan saya mengenai The Hobbit, saatnya blogwalking, navaer!

*sok ngomong Sindarin, and it means,”Goodbye” 🙂

adventure · buntelan · fantasy · karya anak negeri · love love love · Penerbit Atria · young adult

[Review] Merphilia Dunsa

Mari masuk ke dunia fantasi ciptaan Vinca Callista, Prutopian. Dunia di mana sihir itu nyata dan di sana tersebutlah seorang gadis rupawan bernama Merphilia Dunsa yang tinggal di hutan terpencil Tirai Banir bersama bibinya Bruzila Bertin. Semenjak kecil Merphilia sudah fasih menggunakan pedang dan berbagai senjata tajam lainnya. Ternyata memang ada maksud tersendiri kenapa Bruzila mengajarkan keahlian pada Merphilia, tak lain karena asal usul Merphilia yang misterius.

Merphilia adalah anak dari ratu Veruna, sang Ratu Merah, pemberontak yang menghancurkan Naraniscala karena ia merasa dikhianati oleh Raja Claresta Ardelazam. Ratu yang memiliki nama asli Veruna adalah Mergogo Dunsa, adalah gadis yang sangat cantik, buktinya pangeran Claresta pun terpikat, sayang keluarganya tidak menyetujui hubungannya karea Mergogo adalah seorang gadis dari khalayak biasa.

Ada harga yang harus dibayar mahal, pemberontakan Ratu Veruna dibayar dengan nyawanya sendiri. Semenjak itu di masyarakat Naraniscala diharamkan menggunakan warna merah. Memang untuk beberapa saat negara itu aman tentram sampai suatu ketika ada yang menghidupkan kembali Veruna dalamtubuh gadis lain, dan mau tak mau Merphilia sebagai keturunan asli yang mampu membasmi Veruna.

Dan dimulailah petualangan seorang gadis desa yang hijrah ke keluarga kerajaan. Kerajaannya sama dengan dunia kita ternyata, ada iri-irian, cemburu dan tentu ada kisah cinta. Nah ini yang menjadi kekuatan utama novel ini di kalangan anak muda tapi tidak untuk saya pribadi. Di sini dikisahkan Dunsa jatuh cinta dengan pangeran Skandar yang tak lain adalah kakak tirinya. Nah ini yang agak mengganggu, walau ada rahasia yang terungkap di akhir kisah namun  sikap Merphilia yang senantiasa menempel-nempel bawaannya pengen saya pentung deh.

Dunsa
Dunsa

Untuk ukuran novel fantasi, Dunsa bisa dibilang mampu memuaskan pembaca. Mantra sihir yang terasa eksotis ketika dibaca, silsilah keluarga istana yang lengkap dengan bagan serta peta dunia Prutopian. Terasa sekali novel ini dibuat sungguh-sungguh oleh pengarang. Hanya saja perlu beberapa polesan, karakter yang ada masih terasa mentah. Yang baik, baiik banget dan tokoh jahat itu ditekankan berkali-kali kalau ia jahat. Padahal dengan tindakan saja pembaca sudah bisa menyimpulkan bagaimana karakter si tokoh. Nama tokoh di buku Dunsa hampir semua memiliki arti, saya suka dengan pilihan Vinca, walau terkadang susah dilafalkan 😀

Beberapa kritik saya di bagian awal Reinkarnasi, banyak pengulangan kata ‘nya’dan kata ‘ini’. Kemudian di halaman 2 saat pengarang melukiskan benda misterius yang dibungkus oleh kain beledu hitam. Paragraf selanjutnya kembali diulang : Sejak tadi benda tersebut tidak mau diam, seolah-olah ingin melepaskan diri dari kain beledu hitam yang selama ini membungkusnya. Sepertinya lebih bagus jika tidak usah dipertegas lagi, kalau menurut saya.

Bicara soal mantra, mau tak mau saya membandingkan dengan Harry Potter, nuansa magisnya dapat tapi bedanya mudah diingat. Sama seperti Accio! Atau Lumos! Sejalan dengan waktu saat membaca akan tahu kalau mantra Lumos dirapal ketika penyihir sedang berada di tempat yang gelap. Dan ya elaah baru tahu kalau mantra ala Vinca ini mantra pembalikan kata-kata, jiahahah. Pantesan mantranya aneh :p

Dunsa

Pengarang: Vinca Callista

Editor: Jia Effendie

Atria, cetakan I, November 2011, 441 halaman

2012 · adventure · fantasy · kids just wanna have some fun · Penerbit Atria

Kembalinya Kat si medium penakut.

Kat is back, setelah berurusan dengan hantu perpustakaan di buku pertama, kali ini tak jauh-jauh, arwah tetangga! Berawal dari Kat yang iseng menyelidiki rumah kosong di seberang tempat tinggalnya, ia malah bertemu dengan arwah anak kecil yang seakan-akan ‘tersesat’, arwah laki-laki tua yang galak dan terakhir yang paling membuat Kat penasaran adalah tulisan ‘tolong aku’ di kaca jendela.

Suddenly Supernatural 2
Suddenly Supernatural 2

Kat bersama sahabatnya Jac kembali berpetualang memecahkan misteri yang berkaitan dengan dunia gaib. Di buku kedua, makin banyak hal yang dipelajari Kat. Di antaranya bola arwah, transfer energi juga pembukaan saluran komunikasi agar Kat bisa berbicara dengan roh. Hadirnya Orin teman ibunya yang juga seorang penyembuh membantu Kat untuk lebih menguatkan bakat uniknya itu.

Buku yang tidak terlalu tebal ini mampu membuat saya penasaran dengan endingnya, siapakah arwah pria yang marah-marah? Dan bagaimana kelanjutan roh anak-anak di rumah depan? Endingnya berakhir pas dan manis walau mudah tertebak.

Satu yang mengganggu saya, untuk kategori buku remaja, hal-hal seperti transfer energi, aura dan alur komunikasi seakan terlalu gelap. Yah walau saya juga tahu itu bagian dari buku dan tidak mungkin tidak ikut dicantumkan memang esensi buku Suddenly Supernatural. Ah, namanya juga supernatural. Beginilah kalau mental penakut, fufufu. Untung saja selain menonjolkan hal-hal gaib, penulis juga masih menekankan hubungan orang tua dengan remaja yang sering kali meributkan masalah tak penting.

Detail buku : Suddenly Supernatural 2

Atria, 161 halaman, cetakan I, Juli 2011.

adventure · buntelan · fantasy

Emerald Atlas, The Books of Beginning #1

Sinopsis : Kate, Michael, dan Emma sudah berulang kali berpindah dari satu panti asuhan ke panti asuhan lain, dan yang berikutnya selalu lebih buruk dari pada sebelumnya. Tapi Kate tidak pernah melupakan janjinya pada sang ibu, untuk selalu menjaga adik-adiknya. 

Kate tidak pernah bisa mengingat jelas kenangan tentang kedua orangtuanya, tapi dia tahu pasti, ibunya berjanji keluarga mereka akan berkumpul lagi suatu hari nanti. Michael selalu percaya pada hal-hal mistis yang membuatnya mendapat masalah dan dijadikan bulan-bulanan di panti asuhan. Emma bertempramen sangat buruk dan mudah sekali meledak. 

Namun ketiga bersaudara ini tetap bertahan bersama-sama, sampai akhirnya nasib membawa mereka ke dalam petualangan seru, menyingkap garis takdir mereka yang luar biasa. 

Segera saja mereka terhanyut dalam perjalanan ajaib ke sudut-sudut dunia yang penuh rahasia dan berbahaya… Perjalanan yang mempertemukan Kate, Michael, dan Emma dengan sahabat-sahabat dan musuh-musuh. Dan menurut sebuah ramalan kuno petualangan mereka akan mengubah sejarah… Dan nasib banyak orang… 

Akankah mereka menemukan rahasia identitas keluarga mereka dan berkumpul kembali dengan orangtua mereka?

Emerald Atlas
Emerald Atlas

Review :

Apa yang terbayang saat membaca sinopsis di atas?  Narnia? Lemony Snickett’s? Atau malah Golden Compass? Kalau saya perpaduan dari ketiganya, anak ‘yatim piatu’ terjebak dalam dunia lain dan mengemban misi menyelamatkan dunia. Dunia Kate, Michael dan Emma berubah dalam sekejap saat malam natal, ayah ibunya menghilang dan mereka terbangun dalam sebuah panti asuhan. Dari panti asuhan satu ke yang lain, nasib mereka bertiga tidak jelas plus ayah ibu tidak jelas keberadaannya bahkan nama keluarga mereka juga misterius “P”saja.

Kate masih beruntung, ia masih bisa mengingat orang tuanya dan pesan ibunya yang mengatakan bahwa mereka pasti kembali. Michael, laki-laki kurus berkacamata dan sangat mengidolakan kurcaci. Emma, si bungsu paling jago berkelahi.

Suatu ketika Kate, Michael dan Emma berpindah ke panti asuhan Cambridge Falls yang misterius. Suatu tempat yang terlupakan dan banyak kejanggalan aneh yang mereka rasakan. Siapakah laki-laki yang mengadopsi mereka? Terlebih lagi sejak mereka menemukan sebuah buku hijau yang akan memutarbalikkan nasib mereka. Kurcaci, time travel, penyihir, adalah sebagian dari hal menarik yang ditemukan di buku Emerald Atlas.

Anak yatim piatu sering kali menjadi tokoh utama buku fantasi, sebut saja Harry Potter dan tiga bersaudara Pevensie di seri Narnia. Kate ini tipe anak pertama banget, Michael sedikit tidaknya mirip dengan karakter John Stephens sendiri. Sama-sama berkaca mata dan mengidolakan kurcaci. Karakter yang lovable, plot yang tidak bertele-tele adalah kekuatan buku pertama dari trilogi Emerald Atlas. Pengarang yang juga adalah penulis serial Gilmore Girls dan The OC. mampu membuat saya berhasil menghabiskan Emerald Atlas dalam waktu dua hari.

Buku ini cocok dibaca untuk semua umur walau golongan Middle Grade adalah sasaran utama. Fantasi yang tidak terlalu kelam, saya tidak merasakan aura gelap vampire dan werewolves, memang sih ada penyihir sakti tapi apa pula serunya membaca buku kalau tidak ada tokoh antagonis? 🙂

Sayangnya di bagian akhir, time travel yang cukup sering disebut sempat membuat saya bingung. Doh, tadi katanya middle grade tapi sudah umur segini masih ga ngerti 😀 Satu lagi, coba saja ada gambar peta yang melukiskan Cambridge Falls dan dunia yang ada di dalamnya bakal lebih menarik!

Gramedia
Versi Gramedia

Tidak seru mereview buku kalau tidak menyebut soal cover bukan? Saya suka cover aslinya, cover Gramedia kurang ‘segar’ warna hijaunya terlalu kinclong dan siluet 3 anak yang ada di gambar kurang mewakili karakter Emma. Emma disebutkan sebagai anak yang berani bahkan sering kali berkelahi jika Michael diejek, tinggi badan mereka hampir mirip. Sedangkan di cover Emma terlihat sangat mungil malah lebih mirip dengan anak balita. Terjemahan mbak Poppy enak dan minim typo. 3 bintang!

Detail buku : Emerald Atlas : Buku-buku Permulaan – John Stephens, cetakan I -Juli 2011. Alih bahasa : Poppy Damayanti Chusfani. Desain cover : eMTe.

Jangan lupa mampir ke website resmi Emerald Atlas, selain bisa mendownload activity guide, ada trailer buku dan gambar beberapa tokoh penting di buku selain Kate, Michael dan Emma.

adventure · ebook · fantasy · young adult

Yelena, the food taster – Poison Study #1

Sinopsis (Goodreads) : Choose: A quick death…Or slow poison…

About to be executed for murder, Yelena is offered an extraordinary reprieve. She’ll eat the best meals, have rooms in the palace—and risk assassination by anyone trying to kill the Commander of Ixia.

And so Yelena chooses to become a food taster. But the chief of security, leaving nothing to chance, deliberately feeds her Butterfly’s Dust—and only by appearing for her daily antidote will she delay an agonizing death from the poison.

As Yelena tries to escape her new dilemma, disasters keep mounting. Rebels plot to seize Ixia and Yelena develops magical powers she can’t control. Her life is threatened again and choices must be made. But this time the outcomes aren’t so clear…

Study #1
Study #1

Review :

Kelar juga buku ini setelah 4 bulan lebih terpampang menjadi salah satu penghuni rak currently reading, gini nih kalo baca ebook *pentung pake iPad* *maunyaa*. Ceritanya sih seru, Yelena seorang gadis yatim piatu yang sedang menunggu hukuman mati karena ia terdakwa membunuh anak pemilik panti asuhan tempat tinggalnya sedari kecil. Adalah Valek, seorang food taster berhasil membuatnya lolos dari hukuman mati, walau syaratnya berat. Yelena harus belajar dan menjadi seorang food taster Commander Ambrose, pemimpin daerah Ixia , serem juga sih wong taruhannya nyawa.

Lepas dari hukuman mati bukan berarti hidup Yelena aman, banyak musuh yang mengincar nyawanya, terlebih lagi Jenderal Brazell yang ingin membalas kematian Reyad, anaknya yang tewas di tangan Yelena. Tak hanya itu, di kawasan Ixia di mana sihir dilarang, Yelena malah menyadari ia memiliki bakat untuk menjadi seorang penyihir. Komplit!

Could the strange buzzing sound that erupted from my throat and saved my life really be the same as Irys’s power? If so, I must keep my magic a secret. And I had to gain some control of the power to keep it from flaming out. But how? Avoid lifethreatening situations. I scoffed at the notion of evading trouble. Trouble seemed to find me regardless of my efforts. Orphaned. Tortured. Poisoned. Cursed with magic. The list grew longer by the day.

Saya pikir sesuai judulnya kita akan disuguhi petualangan Yelena menjadi seorang food taster, jarang-jarang buku Young Adult mengambil tema seperti ini kan? Premisnya bagus, ceritanya menarik, apalagi pengarang pintar memberikan nama untuk tokoh-tokohnya. Rayed, Valek, Yelena adalah beberapa di antaranya. Sayangnya Maria Snyder sepertinya ingin memasukkan semua intrik ke buku pertama dari trilogi Study. Dari yang seorang yatim piatu, food taster, penyihir. Kemudian perpindahan adegan berlangsung cepat, bikin bingung. Beberapa review yang memberikan bintang 5 dibilang fast paced, kalau saya bilangnya malah kecepetan dan rada maksa. Karakter pendukung kurang dieksplor lebih dalam berasa hanya tempelan saja dan endingnya gampang tertebak.

Hubungan Valek dan Yelenapun terbilang datar-datar saja, tidak terlalu banyak chemistry di antara mereka dan saya pribadi tidak merasakan adanya getaran asmara eeh di akhir kisah tiba-tiba mereka menjadi sepasang sejoli, walau kalimat Valek ke Yelena bagus juga.

“Yelena, you’ve driven me crazy. You’ve caused me considerable trouble and I’ve contemplated ending your life twice since I’ve known you.” Valek’s warm breath in my ear sent a shiver down my spine. 

“But you’ve slipped under my skin, invaded my blood and seized my heart.” 

“That sounds more like a poison than a person,” was all I could say. His confession had both shocked and thrilled me. 

“Exactly,” Valek replied. “You have poisoned me.”

Aw aw aw aw, senangnya 🙂 Kapan pacar saya bisa kaya gini ya #plaaak.

3 bintang untuk Poison Study, saya suka dunia yang diciptakan oleh Maria V. Snyder, mudah-mudahan kisahnya bakal lebih menarik di buku 2 dan 3 yang masing-masing berjudul Magic Study dan Fire Study.

Oia, Violet books telah menerjemahkan seri #Glass, lanjutan dari serial Study ini, sayang kenapa bukan yang ini diterbitkan dulu ya?

adventure · ebook · fantasy · kids just wanna have some fun · young adult

The Throne of Fire – Rick Riordan

Hai hai semua, miss me? *blogger narsis ga tau diri*

Akhirnya saya berhasil menyelesaikan Throne of Fire setelah ngendon di rak currently reading selama lebih dari 2 bulan, beginilah kendala baca ebook, pasti nyandet-nyandet 😦 Lah kok jadi curhat, yuk kita langsung saja ke berpetualang di Mesir bersama Kane bersaudara Sadie dan Carter. Berikut sinopsis buku 2 dari 3 buku petualangan Kane chronicles yang saya ambil dari sini.

Ever since the gods of Ancient Egypt were unleashed in the modern world, Carter Kane and his sister Sadie have been in trouble. As descendants of the House of Life, the Kanes have some powers at their command, but the devious gods haven’t given them much time to master their skills at Brooklyn House, which has become a training ground for young magicians.

And now their most threatening enemy yet – the chaos snake Apophis – is rising. If they don’t prevent him from breaking free in a few days’ time, the world will come to an end. In other words, it’s a typical week for the Kane family.

To have any chance of battling the Forces of Chaos, the Kanes must revive the sun god Ra. But that would be a feat more powerful than any magician has ever accomplished. 

First they have to search the world for the three sections of the Book of Ra, then they have to learn how to chant its spells. Oh, and did we mention that no one knows where Ra is exactly?

Narrated in two different wisecracking voices, featuring a large cast of new and unforgettable characters, and with adventures spanning the globe, this second installment in the Kane Chronicles is nothing short of a thrill ride.

Throne of Fire
Throne of Fire

Review :

Sedari kecil Mesir selalu menarik buat saya, Cleopatra, mumi, piramida, anything! Jadi bisa dibayangkan ketika salah satu pengarang favorit saya membuat serial baru selepas Percy Jackson yang mengambil lokasi di Mesir lengkap dengan dewa-dewanya.

Walaupun Throne of Fire lanjutan dari Red Pyramid tapi bagi yang ingin langsung membaca buku 2nya tidak mengurangi keasyikan saat membacanya. Sadie dan Kane, 2 remaja biasa yang dalam beberapa hari bertualang menyelamatkan dunia, classic eh? Dewa Mesir semakin banyak yang muncul, penggemar mitologi bakal merasa sangat dimanjakan oleh Rick Riordan. Sayangnya Throne of Fire terlalu bertele-tele, banyak hal yang saya rasa dipanjang-panjangkan oleh om Riordan, walau tetap menarik untuk dibaca sih karena celetukan dan pertengkaran Sadie – Carter mengingatkan saya akan pertengkaran khas adik kakak yang terjadi di rumah.

Sadie, gadis 13 tahun, keras kepala, bossy sedangkan Carter yang setahun lebih tua malah terkesan lebih polos dan lugu. Karakter favorit saya tetap Anubis, dewa kematian yang muncul dalam sosok pria ganteng 😀 #salahfokus.

Carter Kane
Carter Kane
Sadie Kane
Sadie Kane

3,5 bintang. Mudah-mudahan buku terakhir yang terbit tahun depan bakal lebih seru, secara musuh abadi Kane bersaudara yang sebelumnya masih belum muncul total di ending buku 2 sudah bangkit. Yah mirip-mirip Voldemort yang semakin kuat mendekati akhir kisah.

Hal lain yang ingin saya ceritakan di sini, The Throne of fire adalah buku pertama yang saya baca via format audiobook. Awal-awalnya sih seru, bisa mendengar langsung Sadie dan Carter berbicara pas buku ini memakai 2 point of view, eeeh lama-lama jereng juga dengarnya, susah mendengar kalau tidak sambil membaca bukunya. Solusi saya : baca ebooknya sambil dengar audiobook. Menarik dan pengisi suaranya pun pas. Sadie yang bossy terdengar well yeah bossy dan tegas, sedangkan Carter lebih tenang.

Bagi yang memiliki waktu ekstra coba deh untuk berkunjung ke situs resmi Rick Riordan, saya sukaaa banget! Ada penjelasan lengkap tentang Egyptian Magic, shabti dan penjelasan mengenai dewa-dewi Mesir. Bagi yang suka game, Rick Riordan juga menyediakan link ke website resmi British Museum, tempat yang didatangi oleh Sadie dan Kane, kita bahkan bisa mencoba membuat nama kita versi Hieroglyphics, seru! Kita juga bisa belajar membuat mumi di BBC online. Bagi yang belum puas download saja Egyptian Event Kit , ada 2 versi Red Pyramid dan Throne of fire, ada pertanyaan yang memudahkan kita untuk mendalami Sadie dan Carter, Alphabet chart versi Mesir, Egyptian Gods family tree. If those are not enough, di kit tersebut juga ada list bahan kalau ingin membuat replika piramid.

Sayang saya mengutak atik website ini setelah baca sampai selesai, coba pas baca pasti lebih seru karena kita bisa membayangkan seperti apa Bes, Bast, Isis, Horus dkk 🙂 hauhau, jadi tambah pengen ke Mesir @.@

 

adventure · kids just wanna have some fun

Pintu Waktu, Ulysses Moore #1

Jason dan Julia, sepasang kembar anak dari pasangan Covenant pindah dari kota besar ke daerah pesisir pantai Kilmore Cove. Rumah Argo Manor yang mereka tinggali melengkapi keunikan dari kota Kilmore Cove. Rumah yang bertengger di tebing tinggi menghadap laut, deretan pepohonan diselingi bunga beraneka warna, terkesan sangat eksotis. Bagian dalamnya lain lagi, vas dari Mesir, meja dari Venesia, permadani Persia yang entah bagaimana terlihat serasi dan memberi karakter yang kuat di Argo Manor.

Pintu Waktu
Pintu Waktu

Jason dan Julia adalah sepasang anak kembar beda karakter yang senantiasa bertengkar namun senantiasa melengkapi satu dengan yang lain. Jason penuh dengan keingintahuan dan hidup dalam dunianya sendiri, sedangkan Julia blak-blakan dan sistematis. Ditambah dengan Rick teman baru mereka di Kilmore Cove, ketiga anak tersebut bertekad menggali misteri Argo Manor! Bunyi jejak langkah kaki yang didengar Jason semakin membenarkan pikirannya bahwa Ulysses Moore pemilik Argo Manor sebelumnya yang telah meninggal lama masih hidup dan meninggalkan jejak yang membantu mereka untuk mengetahui rahasia pintu waktu yang ada di sana.

Perkamen kertas kuno dengan huruf Mesir kuno, pintu kayu misterius yang penuh dengan tanda-tanda pernah dibuka dengan paksa, teka-teki pantun adalah pr Julia-Jason-Rick selanjutnya. Satu pemecahan teka-teki, mengarah ke teka-teki selanjutnya membuat saya menyelesaikan seri pertama Ulysses Moore hanya dalam waktu beberapa jam saja. Sang pengarang sukses membuat pembaca masuk dalam alur misteri yang sudah terasa sejak awal. Mau tak mau saya dibuat penasaran Ulysses Moore  yang fotonya tidak ada di mana-mana apakah benar-benar masih hidup dan menghantui keluarga Covenant? Ada rahasia apa di balik semua ini? Silahkan baca sendiri dan bisa dipastikan anda akan ikut berpetualang 🙂

Perpaduan anak kecil yang penuh rasa ingin tahu, rahasia pantun, Mesir kuno membuat saya penasaran mati-matian dengan buku ini, terlebih lagi dengan sampulnya yang Hard Cover dan ilustrasi yang ada di setiap bab membuat seri Ulysses Moore pantas untuk dikoleksi. Sayangnya buku ini cukup susah didapatkan di Bali. Untungnya dapat pinjeman dari Echa dan sang penerjemah favorit saya mbak Uci 🙂 Sampai hari ini sudah 4 buku yang diterbitkan penerbit Erlangga, masih ada 5 buku lagi sepertinya :p

Detail buku.

Judul : Pintu Waktu

Pengarang : Pierdomenico Baccalario

Halaman : 222

4 bintang dari saya 🙂