Sigh. Susahnya mereview bintang 5, apalagi macam Me Before You tanpa spoiler. Jadi begini, saya percaya yang namanya buku itu kadang ‘memanggil’ pembacanya. Buku juga memiliki jiwa untuk mengetahui siapa pembaca yang tepat untuknya. Bentar, bentar, kok jadi horror? Ah, tapi teman-teman mengerti maksud saya kan? Saya lupa asal muasal bisa tertarik dengan buku ini, one click leads to another sepertinya, dan ketika adik saya pergi ke luar, saya dengan pedenya nitip dibelikan Me Before You. Covernya cantik, rating lumayan, dan siapa itu Jojo Moyes saya juga ga kenal. *sok kenal dengab penulis, padahal baru kenal dengan Agustinus Wibowo doang*

Yuk lanjut, Me Before You berhasil saya lalap dalam waktu 2 hari, pertengahan menitikkan air mata sedikit, 2/3 ke belakang mulai tes-tes-tes, bagian belakang mewek sampai mata bengkak dan merah. Memang saya lebay, gampang menangis, dan yang saya tekankan di sini bukan buku ini sedemikian sedihnya hingga perlu tissue saat membacanya tapi bagaimana kehebatan Jojo Moyes menciptakan karakter-karakter yang hidup. Sangat hidup. Buku ini sudah saya beberapa bulan lalu, namun sampai sekarang saat saya menulis review masih terbayang-bayang. Jarang-jarang saya ingin baca ulang buku, tapi Me Before You yang jelas menjadi kandidat buku favorit tahun 2013 adalah satu di antaranya.
Sinopsis dari bagian belakang buku:
Lou Clark knows lots of things. She knows how many footsteps there are between the bus stop and home. She knows she likes working in The Buttered Bun tea shop and she knows she might not love her boyfriend Patrick.
What Lou doesn’t know is she’s about to lose her job or that knowing what’s coming is what keeps her sane.
Will Traynor knows his motorcycle accident took away his desire to live. He knows everything feels very small and rather joyless now and he knows exactly how he’s going to put a stop to that.
What Will doesn’t know is that Lou is about to burst into his world in a riot of colour. And neither of them knows they’re going to change the other for all time.
Bukan dalam rangka ikut-ikutan Uni bicara soal takdir *disepak*, takdir menemukan Lou dan Will dalam suatu kejadian tak terduga. Will yang dulunya petualang, playboy, businessman sukses bukanMrGrey, siapa sangka nasibnya berubah drastis ketika kecelakaan sepeda motor. Will menjadi lumpuh (quadriplegic), ia tak lagi bisa melakukan apa pun tanpa bantuan orang lain, sudah 2 tahun Will bertahan. Kesabaran orang ada batasnya, begitu kata pepatah. Will lelah dan ketika Will menghubungi Dignitas (a group that helps those with terminal illness and severe physical and mental illnesses to die assisted by qualified doctors and nurses), pembaca sudah bisa membaca ke mana arah cerita ini. Lou, gadis eksentrik, gemar berbusana antik dipecat dari kerjaannya dan seperti saya bilang tadi, takdir menyatukan mereka berdua, Lou butuh uang dan ibu Will melihat sesuatu yang tak biasa dalam diri Lou sehingga beliau menggaji Lou sebagai asisten Will, walau ada niat yang lebih besar di balik itu.
Bagaikan dua kutub magnet *tsaahbahasagueeeh* chemistry Will yang pesimis dengan hidup dan Lou yang begitu polos namun sesekali meledak-ledak menjadi kekuatan novel Me Before You. Lou mengajak Will melihat dunianya dari sisi seorang gadis lugu yang tidak pernah bermimpi muluk-muluk sedangkan Will yang hari lepas hari menyadari ada potensi yang besar dari Lou.
Saya ikut bangga dan senang ketika perlahan tapi pasti Will yang lelah dengan hidup mulai membuka diri dan Lou yang slebor, mudah dibully mulai berani bermimpi. Banyak adegan mengharukan yang muncul terlebih lagi saat ulang tahun Lou. Dan ketika semua berjalan baik-baik saja, kita tahu yang ada di halaman berikutnya pastilah ada sesuatu. Lou dan Will jatuh cinta, mampukah cinta Lou membangkitkan nafsu hidup Will?
“I kissed him, trying to bring him back. I kissed him and let my lips rest against his so that our breath mingled and the tears from my eyes became salt on his skin, and I told myself that, somewhere, tiny particles of him would become tiny particles of me, ingested, swallowed, alive, perpetual. I wanted to press every bit of me against him. I wanted to will something into him. I wanted to give him every bit of life I felt and force him to live.”
Sesuatu yang lebih dari sekadar apakah buku ini akan berakhir bahagia atau tidak. Pembaca akan diajak berpikir lebih jauh tentang hidup oleh Jojo Moyes tanpa terkesan menggurui. Seberapa berarti hidupmu? Masih berarti ketika kamu tidak lagi bisa mengerjakan apa pun? Boleh jadi kita berpikir betapa bodohnya Will, tapi Jojo Moyes juga menunjukkan bagaimana berat hidup yang sepenuhnya dan seumur hidupnya bergantung dari orang lain. Tidak ada yang benar dan yang salah. Dan saya menutup buku ini dengan hati sesak namun saya juga merasakan gelenyar hangat di dada.
“You only get one life. It’s actually your duty to live it as fully as possible.”
Petuah Will di bawah ini sangat menggetarkan hati saya.
“Push yourself. Don’t settle. Wear those stripy legs with pride. And if you insist on settling down with some ridiculous bloke, make sure some of this is squirreled away somewhere. Knowing you still have possibilities is a luxury. Knowing I might have given them to you has alleviated something for me.”

Me Before You sudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia juga lho, saya belum cek tapi dari beberapa teman saya dengar bahwa harganya lumayan. Oh well, untuk mengenal Will dan Lou dan merasakan rollercoaster emosi saat membacanya saya pikir harga yang ditawarkan pasti sesuai. Wajib baca. You’ll gonna love this book, bagi yang ga nangis, uang kembali! #lah
Oia, satu quote lagi yang ingin saya bagikan, ketika Lou dan Will pulang berkencan.
‘I’m fine. I just . . . ’
I could see his pale collar, his dark suit jacket a contrast against it.
‘I don’t want to go in just yet. I just want to sit and not have to think about . . . ’ He swallowed.
Even in the half-dark it seemed effortful.
‘I just . . . want to be a man who has been to a concert with a girl in a red dress. Just for a few minutes more.’
I released the door handle.
‘Sure.’
I closed my eyes and lay my head against the headrest, and we sat there together for a while longer, two people lost in remembered music, half hidden in the shadow of a castle on a moonlit hill.”
OMG. :’)
Udah deh, pokoknya harus baca buku me Before You, ya ya ya? Tidak akan menyesal, saya bahkan saat menulis review ini hati bagaikan ditujes-tujes dan ingin mengulang. Huks.
Sudah ah, pamit semuanya, jangan lupa kabari saya kalau sudah baca #teteplho #mustinyangelamarjadimarketinggramed #plak