Sinopsis :
Tamsin Greene berasal dari garis panjang keturunan penyihir. Dia diharapkan akan menjadi salah satu yang paling berbakat di antara mereka. Tapi sihir Tamsin tidak pernah muncul. Tujuh belas tahun kemudian, dia menghabiskan sebagian besar waktunya di asrama sekolah di Manhattan, di mana dia bisa hidup selayaknya remaja normal. Tapi selama musim panas, dia dipaksa untuk kembali ke rumah dan bekerja di toko buku sihir milik keluarganya.
Suatu malam, Alistair, seorang profesor muda yang tampan datang ke tokonya dan salah mengira Tamsin adalah Rowena, kakaknya yang sangat berbakat dalam sihir. Pertemuan inilah yang mengantarkan Tamsin ke dalam perburuan melintasi waktu, yang akan membuka rahasia dari identitasnya yang sebenarnya, menggali dosa-dosa masa lalu keluarganya, dan melepaskan kekuatan sangat dahsyat serta penuh dendam yang bisa menghancurkan mereka semua.
Novel ini memberikan sebuah tampilan cerita yang memikat. Carolyn MacCullough menjalinkan ilmu sihir, romansa, dan perjalanan lintas waktu di dalam sebuah fantasi yang sangat menarik, memesona, dan benar-benar menawan.

Review :
Tidak sulit bersimpati dengan tokoh utama kita, Tamsin Greene. Gadis remaja berusia 17 tahun yang ‘tidak bisa apa-apa’ di dunia penyihir, padahal neneknya adalah penyihir kelas kakap. Apalagi ia memiliki seorang kakak, Rowena, yang digambarkan pintar dan cantik rupawan. Jadi tidak salah dong, ketika ada professor muda, Allistair Callum yang-tentu-saja-ganteng datang meminta bantuan untuk menemukan pusaka keluarga yang telah lama hilang, Tamsin langsung mengiyakan padahal ia sama sekali blank dengan sihir. Walau itupun awalnya karena kesalahpahaman Allistair menganggap Tamsin sebagai Rowena.
Untung saja muncul Gabriel, sahabat Tamsin saat mereka masih kanak-kanak, berdua mereka menjelajah waktu demi mencari jam yang diminta oleh Allistair. Ketegangan novel semakin meningkat sejak munculnya keanehan demi keanehan yang diawali dengan berubahnya tingkah laku Rowena.
“Tamsin, tanpa memperhatikan apa yang telah kau lakukan, kau sudah memulai jalan ini. Sekarang, aku percaya kalau satu-satunya hal yang bisa kau lakukan adalah melihantnya dalam-dalam.” – Althea, halaman 166.
Seperti yang diujarkan nenek Tamsin, apa yang Tamsin mulai harus diselesaikan dan dimulailah petualangan ke masa lalu, rahasia keluarga dan sedikit romansa Tamsin – Gabriel.
Tidak butuh waktu lama untuk menamatkan buku ini, selain petualangan yang seru, saya lumayan jarang membaca buku dengan karakter utamanya adalah penyihir. Jangan membandingkan dengan Harry Potter loh ya, beda genre đŸ˜€ Ini jelas-jelas Young Adult jadi ada beberapa hal yang dibuat untuk membuat pembaca klepek-klepek dengan tingkah laku Gabriel yang sweet banget. Aw aw aw. Walau kadang kelewatan juga sih, seperti yang tertulis di halaman 100, saat Gabriel menunduk untuk mengikat tali sepatu.
Otot-otot di kedua lengannya melebar, mengencang dengan singkat, dan aku punya hasrat paling gila untuk menyusurkan satu jari ke sepanjang punggungnya.
Um, kayaknya ga penting deh untuk ditulis *rollin eyes sambil getok Tamsin*
Ada lagi Tamsin dan Gabriel sedang heboh mencari Rowena (hal 290) yaaaa kok sempet mau kissing segala *pentung Tamsin lagi*
Ada kalanya membaca buku YA membuat saya balik ke jaman SMA saat flirting-flirting ga jelas yang seakan muda kembali namun ada kalanya menikmati buku YA mengingatkan akan umur yang tidak muda lagi #tsah, seakan hati nurani bicara, “woooii mbak’e sadar umur, bacaan anak abegeh loh ini”. Dan Once a Witch jelas-jelas masuk di kategori kedua đŸ˜€ Habisnya baca review blogger luar maupun review teman-teman di Goodreads hampir semua memberikan bintang 4 hihihi. Saya bintang 3 saja deh đŸ™‚
Sedikit masukan untuk Ufuk, ada beberapa kalimat yang terasa mengganggu. Pengulangan kata yang berlebihan.
Halaman 35 : Membayangkan ayahku pasti akan menyerah terhadap tuntutan-tuntutan yang diutarakan dengan manis tepat dalam tiga detik, dan memanggil langit yang bersih serta memanggil angin sepoi-sepoi yang sejuk segar yang berbisik-bisik ke tepi-tepi tanah kami juga.
Halaman 57 : Beberapa menit kemudian angin dahsyat muncul dan menderik-derikkan kaca-kaca jendela dan pintu-pintu seolah-olah memutuskan untuk mencari jalan masuk.
Oia, banyak pembaca yang menyayangkan penulis kenapa menggambarkan Tamsin yang masih muda sudah merokok. Ada beberapa adegan remaja yang minum-minum juga namun buku ini masih layak dibaca oleh pembaca dewasa muda.

Salut untuk Ufuk yang sebisa mungkin menggunakan cover asli.Cantik! Apalagi dengan aksen cover yang mengkilap. Mudah-mudahan sekuelnya yang berjudul Always a Witch cepat juga diterjemahkan, penasaran akan hubungan Tamsin – Gabriel.
Detail buku :
Once a Witch masuk ke dalam salah satu buku populer menurut Yalsa Award.
Karangan : Carolyn MacCullough
Cetakan I. Agustus 2011, Ufuk Press, 418 halaman.
Penerjemah : Â Nina Setyowati
Proofreader : Mery Riansyah