Now, this is what I call a great Historical Romance! Penasaran kenapa saya bilang begitu, mari kita cermati sinopsis yang saya ambil dari cover belakang The Lady and the Unicorn.
Jean Le Viste, bangsawan Perancis abad 15 yang dekat dengan Raja, menyuruh Nicolas de Innocents, seniman berbakat yang juga perayu wanita  ulung, membuat desain permadani dinding untuk merayakan kenaikan statusnya dalam lingkaran kerajaan.
Nicolas sempat ragu karena belum pernah membuat desain permadani, tapi setelah bertemu putri sulung Jean Le Viste dan istri bangsawan itu, dia berubah pikiran. Meski tahu keinginannya berbahaya, Nicolas telanjur terobsesi. Dia pun menuangkan semuanya dalam enam lukisan Lady dan Unicorn.
Di Brussels, George de la Chapelle, penenun yang sedang naik daun memutuskan untuk menerima proyek Jean Le Viste. Menuangkan desain Nicolas menjadi permadani merupakan tantangan terbesar dalam kariernya. Tantangan yang memaksanya mempertaruhkan segala yang penting ; kelangsungan hidup bengkel tenun dan keluarganya.
Uniknya, kisah ini diceritakan dari sudut pandang yang berbeda-beda. Mulai dari sudut pandang Nicholas, Claude (anak Jean le Viste), Genevieve (istri Jean Le Viste), George sang penenun, Alienor (anak sang penenun), Christine (istri sang penenun). Menarik sekaligus cerdas, karena kita bisa melihat masalah dari persepsi yang berbeda-beda dengan benang merahnya proses pembuatan permadani Lady dan Unicorn.
Sudut pandang Nicholas sebagai pembuka cerita lumayan membuat saya terkaget-kaget dengan kalimatnya yang vulgar. No wonder Lady dan Unicorn masuk dalam kategori novel dewasa. Bahkan beberapa kali saya sempat mengernyitkan jidat dan berkata dalam hati,” jiahh, ini pelukis genit banget!” Karakternya yang sombong dan tukang rayu juga bikin saya ingin menendangnya!
Claude lain lagi, gadis muda yang ternyata juga tergila-gila dengan Nicholas. Karakternya kuat dan pemberontak sering membuat ibunya, Genevieve pusing kepala. Padahal Genevieve sendiri sedang bergelut dengan masalahnya sendiri, antara lain perilaku dingin sang suami sejak ia tidak berhasil memberikan anak lelaki dan keinginannya masuk biara yang pada jaman itu tidak memungkinkan, karena istri dari suami yang masih hidup tidak diperkenankan menjadi biarawati.
Setelah Perancis di tahun 1490, penulis mengajak kita berpetualang ke Brussels, tempat George dan keluarganya tinggal. Di sini kita mengenal karakter keluarga penenun lebih jauh, tapi yang paling saya suka ketika Alienor mengambil alih cerita. Anak perempuan satu-satunya George yang dikisahkan buta ternyata jatuh cinta pula dengan Nicholas. Padahal ia sendiri sudah dijodohkan oleh kedua orang tuanya dengan pria lain demi ikatan bisnis.
Kelanjutan kisah Claude – Nicholas – Elianor membuat kisah ini menarik untuk diikuti. 4 bintang untuk buku pertama karya Tracy Chevalier yang saya baca.
Setelah epilog, ada catatan dari pengarang yang ternyata mengangkat tema ini dari kisah nyata. Jean LeViste ternyata benar-benar ada. Bahkan permadaninya juga! Unicorn dengan penggambaran lima panca indera. Berikut gambarnya yang saya ambil dari tchevalier.com.






Apabila tertarik lebih jauh dengan kisah Lady dan Unicorn, di website tchelvalier.com ada penjelasan tentang latar belakang Jean Le Viste berikut fotonya dan kita juga bisa mengetahui cara pembuatan permadani yang memang diceritakan cukup detil di bukunya. I’m looking forward to read another book from Ms. Chevalier 🙂
Detail buku : Lady dan Unicorn, terbitan Gramedia Februari 2007, 295 halaman.